Meski banyak potensi positif, implementasi blockchain juga memiliki tantangan. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, terutama untuk UMKM yang baru mulai.
Menggunakan blockchain memerlukan biaya. Mulai dari perangkat keras, pengembangan sistem, hingga pelatihan karyawan.Â
Banyak UMKM, terutama di sektor kuliner, tidak memiliki cukup sumber daya untuk membiayai teknologi ini. Apalagi jika mereka baru mulai dan harus beradaptasi dengan sistem digital.
Dalam Tantangan Implementasi Blockchain di Logistik (2024), dijelaskan bahwa biaya tinggi dan kerumitan teknis menjadi hambatan utama.Â
Ini juga terjadi di Banyumas, di mana petani cabai membutuhkan pendampingan teknis selama 6 bulan agar bisa memahami dan mengaplikasikan teknologi ini.
Namun, ada solusi. Di sektor pertanian, adaptasi blockchain berhasil dengan pendampingan teknis. Di Banyumas, pendampingan selama 6 bulan membantu petani memahami teknologi ini.Â
Pendampingan semacam ini juga bisa membantu UMKM kuliner agar lebih siap dan tidak terbebani biaya atau kesulitan teknis.
Efisiensi Transaksi: Potensi Penghematan Nyata
Selain transparansi, blockchain juga menawarkan efisiensi transaksi. Sistem smart contract memungkinkan pembayaran otomatis setelah bahan baku diterima.Â
Misalnya, jika restoran menerima bahan baku, pembayaran bisa langsung dilakukan tanpa menunggu. Ini mengurangi risiko keterlambatan atau penundaan pembayaran yang sering terjadi pada UMKM.
Di sektor kuliner, pengiriman bahan baku tepat waktu itu penting. Dengan sistem pembayaran otomatis berbasis blockchain, pembayaran bisa langsung dilakukan setelah bahan diterima (2025.co.id).Â
Ini mengurangi risiko penundaan atau manipulasi dalam transaksi konvensional. Sistem seperti ini tentu bisa mengurangi kerumitan.