Menurut Kementerian Agama RI, tradisi ini awalnya diperkenalkan sebagai cara untuk meredakan ketegangan politik di antara para elit negeri pasca kemerdekaan.Â
Dengan mengumpulkan tokoh-tokoh yang berselisih dalam satu acara silaturahmi. Halalbihalal jadi simbol rekonsiliasi. Â
Seiring berjalannya waktu. Halalbihalal berkembang jadi tradisi tahunan. Terutama di kalangan pejabat pemerintah. Istana Negara pun rutin mengadakan acara ini. Mengundang tokoh-tokoh politik. Pejabat, dan pemuka agama untuk hadir. Â
Di tahun 1987, semua mendadak berubah. Soeharto tiba-tiba membatalkan acara Halalbihalal di Istana Negara. Dan mengimbau agar para pejabat mengikuti jejaknya. Alasannya? Kesederhanaan. Â
Sebuah keputusan yang tampak berlandaskan niat baik. Tapi menyisakan banyak pertanyaan. Â
Lebih dari Seremoni Â
Keputusan membatalkan Halalbihalal bisa dimaknai dari beberapa sudut pandang. Â
Pertama, jika melihat dari sisi idealisme. Mungkin Soeharto ingin mengingatkan bahwa esensi Idulfitri bukanlah seremoni besar-besaran. Melainkan refleksi spiritual.Â
Tradisi Halalbihalal. Yang awalnya bernilai luhur. Bisa saja berubah menjadi sekadar rutinitas formal tanpa makna mendalam.Â
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Tempo.co. Yang menyoroti bagaimana Halalbihalal di era modern kerap kehilangan substansi. Hanya jadi ajang basa-basi politik. Â
Ada juga sudut pandang lain. Keputusan ini bisa saja bagian dari strategi citra.Â
Soeharto, yang dikenal sebagai pemimpin yang sangat memperhatikan bagaimana dirinya dipersepsikan oleh rakyat. Mungkin ingin menegaskan bahwa ia adalah sosok sederhana. Pemimpin yang peduli dengan kehidupan rakyat kecil.Â