Mohon tunggu...
Ahyar Stone
Ahyar Stone Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Setiap perjalanan adalah pelajaran, karena itulah, perjalanan paling buruk sekalipun, tetap membawa pelajaran yang baik (Ahyar Stone)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jalan Terbaik Soe Hok Gie

26 Maret 2016   09:45 Diperbarui: 26 Maret 2016   11:13 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 “Soe Hok Gie adalah penulis yang mampu mengawinkan konsep dan teori ke dalam kehidupan praktis, sehingga tulisannya selalu mempunyai kedalaman dan memiliki perspektif. Berbeda dengan wartawan (kala itu) yang menuliskan apa yang dilihat, didengar, dan diamati seperti apa adanya. Sedangkan seorang dosen, akan menulis teori-teori seputar ilmunya, tetapi tidak menerapkannya dalam kehidupan nyata. Itulah yang membuat Soe Hok Gie berbeda”, kata Aris Tides Katopo, pemimpin harian Sinar Harapan,  koran yang sering memuat tulisan Soe Hok Gie.

 Dalam mengkritik pemerintah, Soe Hok Gie tidak hanya berhenti di panggung orasi, menulis di koran, menjadi pembicara utama di acara diskusi di berbagai kota, tetapi juga melalui aksi jalanan yang tergolong nekad. Soe Hok Gie adalah pelopor aksi lempar bom molotov. Demonstrasi sambil melempar bom molotov, kemudian menjadi aksi yang ditakuti aparat keamanan. Soe Hok Gie juga penggagas demonstrasi naik sepeda ke Mahkamah Agung, BI, Pertamina, Dirjen Migas, dan  lain-lain. Alasan Soe Hok Gie, dengan bersepeda rombongan demonstran dapat dengan mudah menghindari kejaran patroli tentara, yaitu dengan menghilang di jalan-jalan kecil Ibu Kota.

Hasil aksi bersepeda, ternyata benar-benar efektif. Ketika mereka mencari Dirjen pertamina Ibnu Sutowo, tidak ada pasukan keamanan yang dapat menghalangi. Saat itu Soe Hok Gie langsung dapat masuk ke ruangan Ibnu Sutowo, dan dengan lantang bertanya, “Mengapa harga bensin dinaikan?”. Ketika Ibnu Sutowo keluar menemui teman-teman mahasiswa Soe Hok Gie, Dirjen pertamina itu jadi ejekan mahasiswa, karena terlihat terkencing di celana.

Soe Hok Gie dan teman-temannya juga menyerbu rumah seorang menteri di pemerintahan Orde Lama, Oei Tjoe Tat. Dalam penyerbuan itu, Soe Hok Gie berada di barisan yang menyerang dari jurusan belakang. Akibatnya Soe Hok Gie menerima berondongan tembakan peringatan dari pengawal Oei Tjoe Tat. Masih banyak aksi-aksi lainnya yang diikuti Soe Hok Gie, baik sebagai inisiator, pengatur lapangan, sebagai barisan garis depan, maupun ketiga-tiganya.

Semua yang dilakukan Soe Hok Gie, merupakan bukti tak terbantahkan betapa tebal patriotisme, serta jiwa peduli Soe Hok Gie pada bangsanya. Semangat ini pula yang kemudian menggerakan Soe Hok Gie mengajak kawan-kawannya mendirikan organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala). Akhirnya, melalui rapat mahasiswa FSUI yang dipimpin Soe Hok Gie, terbentuklah Mapala Prajnaparamita FSUI

Bagi Soe Hok Gie, memupuk patriosme yang sehat, hanya bisa dicapai dengan jalan hidup di tengah alam dan di tengah masyarakat. Patriotisme yang sehat tidak mungkin timbul dari slogan-slogan indoktrinasi ataupun poster-poster. Adalah hal yang mustahil patriotisme dapat timbul melalui jendela bus kota, apalagi jendela mobil mewah.

“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami,” kata Soe Hok Gie menerangkan alasan dasar, dan tujuan besarnya mendirikan organisasi pecinta alam, “Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”

Yang disampaikan Soe Hok Gie, jelas merupakan antithesis terhadap model-model penanaman patriotisme di Indonesia era Orde Lama. Kala itu, methode menanamkan patriotisme terhadap bangsa Indonesia, adalah menyampaikan slogan-slogan patriotisme melalui pidato-pidato di lapangan yang dihadiri rakyat dalam jumlah ribuan, melalui acara-acara seremonial, dan poster-poster yang ditempel di banyak tempat. Tetapi, semua itu hanya melahirkan efek sesaat. Tidak untuk jangka panjang. Kekuatan slogan patriotisme di poster hanya mempan saat dilihat, tetapi ketika rakyat mengalihkan pandangan, kekuatan pesan itu tidak melekat. Sirna.

Mendirikan organisasi pecinta alam adalah bentuk konkrit ketidakpercayaan Soe Hok Gie pada slogan-slogan dan hipokrisi (kemunafikan). Dengan kata lain, mendirikan pecinta alam merupakan “perlawanan” Soe Hok Gie dan kawan-kawan pecinta alamnya terhadap slogan-slogan dan kemunafikan tersebut. Soe Hok Gie dan kawan-kawan, punya cara sendiri untuk menanamkan patriotisme yang merupakan sendi penting membangun karakter bangsa, yaitu dengan mengenal Indonesia dan rakyatnya secara langsung.

Faktor lain yang mendorong Soe Hok Gie mendirikan Mapala adalah situasi kemahasiswaan yang tidak kondusif. Soe Hok Gie sangat getol menolak kehadiran organisasi ekstra kemahasiswaan yang merupakan underbouw partai politik. Organisasi mahasiswa yang ngetop pada waktu itu, umumnya mempunyai ikatan dengan Partai Politik (Parpol) tertentu. Di kampus, rivalitas organisasi ekstra kemahasiswaan itu sudah sangat telanjang. “Sikap mereka itu, menyebabkan suasana di fakultas sangat tidak menyenangkan” kata Soe Hok Gie.

Mapala bersifat independen. Bukan bawahan Parpol. Kegiatannya tidak berada di jalur kepentingan politik praktis dari pihak luar kampus, tetapi di alam bebas. Organisasi baru ini akan menjadi wadah berkumpulnya berbagai kelompok mahasiswa yang kerap bertikai di kampus gara-gara perbedaan kepentingan politik jangka pendek. Organisasi pecinta alam akan merekatkan lagi mahasiswa yang sudah berceraian di kotak-kotak yang saling berseteru tersebut. Melalui kegiatan alam bebas, persatuan dan kesatuan sesama generasi muda bangsa akan tercipta. Sikap ini juga bisa dimaknai, kalaupun kemudian Mapala bergerak di politik, hanyalah semata-mata panggilan hati nurani untuk membela kepentingan rakyat. Bukan karena panggilan ketua Parpol, apalagi titipan pejabat. Politik Mapala adalah murni dari, oleh, dan untuk rakyat. Bukan karena ditunggangi kepentingan pihak lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun