Pernah melihat seseorang yang tampak sukses, ceria, dan hidupnya terlihat lancar-lancar saja---padahal diam-diam ia sedang berjuang keras menahan tekanan hidup? Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah Duck Syndrome atau Sindrom Bebek.
Fenomena psikologis ini pertama kali dipopulerkan di Stanford University, Amerika Serikat. Analogi yang digunakan sederhana: bebek terlihat tenang saat mengapung di air, tapi di bawah permukaan ia mengayuh kakinya dengan cepat agar tidak tenggelam. Begitu juga manusia---tampak tenang, tapi sebenarnya penuh kecemasan dan tekanan.
Apa Itu Duck Syndrome?
Duck Syndrome menggambarkan kondisi di mana seseorang berusaha keras memenuhi tuntutan hidup (akademik, pekerjaan, atau sosial), tapi tetap ingin terlihat baik-baik saja di mata orang lain. Fenomena ini banyak dialami oleh anak muda, mahasiswa, hingga pekerja awal karier.
Meski belum masuk kategori resmi gangguan mental menurut DSM-5 atau ICD-10, sindrom ini erat kaitannya dengan stres, kecemasan, hingga depresi.
Penyebab Duck Syndrome
Beberapa faktor yang bisa memicu kondisi ini, antara lain:
Tuntutan akademik & pekerjaan: nilai bagus, lulus tepat waktu, atau target karier tertentu.
Ekspektasi keluarga & lingkungan: dorongan untuk "selalu jadi yang terbaik".
-
Perfeksionisme: merasa gagal kalau tidak mencapai standar tinggi.
-
Pengaruh media sosial: sering membandingkan hidup dengan orang lain yang tampak "sempurna".
Self-esteem rendah: merasa diri tidak cukup baik.
Pengalaman traumatis: pelecehan, kehilangan orang terdekat, atau kekerasan.
Gejala Duck Syndrome
Orang dengan Duck Syndrome biasanya menampilkan "wajah tenang", tapi diam-diam merasakan:
Cemas dan gugup berlebihan.
Susah tidur, pusing, atau sulit konsentrasi.
Merasa tertekan tapi tetap memaksakan diri tampil bahagia.
Sering membandingkan diri dengan orang lain.
Merasa hidupnya terus diawasi atau dinilai orang lain.
Gejala fisik: energi rendah, ketegangan otot, mual, mulut kering.
Jika dibiarkan, kondisi ini bisa berkembang menjadi gangguan kecemasan atau depresi.
Cara Mengatasi Duck Syndrome
Meski terdengar berat, Duck Syndrome bisa dikelola dengan langkah-langkah berikut:
Kenali kapasitas diri -- Jangan memaksakan standar yang mustahil dicapai.
Self-love & penerimaan diri -- Hargai proses, bukan hanya hasil.
Gaya hidup sehat -- Konsumsi makanan bergizi, olahraga teratur, kurangi rokok & alkohol.
Kurangi media sosial -- Ambil jeda agar tidak terjebak "perbandingan hidup".
Me time & relaksasi -- Lakukan aktivitas yang menenangkan seperti membaca, journaling, atau meditasi.
Cari bantuan profesional -- Konsultasi dengan psikolog atau psikiater jika tekanan semakin berat.
Jika gejala sudah mengarah ke depresi (misalnya keinginan bunuh diri atau cemas ekstrem), jangan tunda untuk mencari pertolongan medis.
Duck Syndrome adalah fenomena nyata yang dialami banyak orang muda: tampak baik-baik saja di luar, tapi penuh tekanan di dalam. Penting untuk menyadari bahwa hidup bukan sekadar pencitraan. Semua orang punya perjuangan masing-masing, dan tidak ada yang benar-benar "sempurna".
Kalau kamu merasa sedang berada di fase ini, ingat: kamu tidak sendirian. Jangan ragu untuk cerita ke orang yang dipercaya atau mencari pertolongan profesional.
Referensi
Alodokter -- Duck Syndrome, Gangguan Psikologis yang Banyak Dialami Orang Dewasa Muda
Halodoc -- Terlihat Senang Padahal Tertekan, Waspada Duck Syndrome
Healthline -- What is Duck Syndrome?
Stanford University Counseling and Psychological Services (CAPS)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI