Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Toleransi dari Permainan Tradisional

12 September 2021   07:38 Diperbarui: 12 September 2021   09:52 2525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Permainan Tradisional - daihatsu.co.id

Semua sudah paham, kalau Indonesia adalah negeri yang sangat beragam. Tidak hanya agama, bahasa, suku, dan budaya, jenis-jenis permainan tradisionalnya pun juga beragam. Setiap suku punya permainan tradisional yang sangat beragam. Dan sadar atau tidak, banyak permainan tradisional di Indonesia yang mengajarkan toleransi antar sesama.

Di era maju seperti sekarang ini, tak dipungkiri anak-anak mungkin lebih familiar dengan gadget dari pada budayanya sendiri. Permainan tradisional pada dasarnya bagian dari budaya, yang harus terus dipertahankan. Saat ini, bermain di gadget menjadi budaya baru di era milenial. Tapi permainan baru ini, tidak ada interaksi secara langsung, tidak ada rasa saling menghargai, tidak ada rasa saling mengerti. Jauh berbeda dengan permainan tradisional, yang banyak memberikan hal positif.

Di Jawa Tengah, ada permainan tradisional yang bernama Bentengan. Permainan ini dimainkan 4-10 orang, yang dibagi dalam beberapa kelompok. Tiap kelompok membutuhkan hal yang dijadikan benteng, misalnya pohon, kursi, tembok atau yang lainnya. Setiap kelompok bertugas mempertahankan bentengnya. 

Dan setiap anggota kelompok, mempunyai tugas masing-masing. Pada titik inilah saling memahami kekuatan teman dan lawan diperlukan. Selain itu juga belajar mengakui kekalahan, serta belajar menjadi pemenang. Ketika menjadi pemenang bukan berarti harus angkuh, karena masih tetap harus merangkul yang kalah. Tanpa disadari, permainan ini mengajarkan toleransi didalamnya.

Masih banyak sekali contoh permainan tradisional, yang mengajarkan nilai-nilai positif. Seperti gobak sodor, engklek, congklak, dingklik oglak aglik, parepet jengkol, dan masih banyak lagi. Permainan tradisional tersebut membutuhkan interaksi satu sama lain. Berbeda dengan permainan modern, yang membutuhkan gadget dan internet, tanpa harus bertemu. Karena itulah, perlu ada upaya untuk menjaga permainan tradisional ini agar tidak tergerus perkembangan zaman.

Saat ini, hal-hal yang bersifat intoleran semakin marak terjadi. Ironisnya, bibit intoleransi itu disebarluaskan melalui media sosial, melalui internet, yang banyak digemari anak-anak milenial seperti sekarang ini. Bibit intoleransi tersebut diantaranya adalah provokasi, ujaran kebencian dan hoaks. Perpaduan ketiganya seringkali diselipkan sentimen SARA, yang dengan mudah sekali memicu amarah. Dan ketika amarah ini tidak diredam dengan logika dan literasi, maka yang terjadi adalah amuk massa.

Tindakan intoleransi ini harus diredam, kalau perlu dihilangkan agar tidak diserap oleh generasi penerus. Nilai-nilai kearifan lokal yang diajarkan para leluhur, harusnya bisa menjadi benteng untuk menangkal segala pengaruh buruk. Keberagaman merupakan keniscayaan. 

Perbedaan merupakan realitas yang tidak bisa dihindari. Interaksi, saling mengerti, saling memahami, saling menghargai, saling menghormati dan saling peduli, harus terus diimplementasikan dalam keseharian. Sehingga bibit toleransi akan terus mengakar dalam diri kita semua.

Dan permainan tradisional, harus terus dipertahankan agar tidak punah. Saat ini memang masih pandemi, yang membatasi terjadinya interkasi fisik. Meski demikian, harus ada upaya yang serius dari kita semua, agar permainan trasional yang kaya akan nilai-nilai luhur ini tetap lestari dan terjaga. Salam toleransi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun