Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Berpikir Dangkal agar Tak Mudah Terpapar Virus Radikal

17 Juli 2021   21:07 Diperbarui: 17 Juli 2021   21:10 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Hate Speech - jalandamai.org

Setiap orang dianjurkan untuk menjadi pribadi yang pandai. Bahkan dalam Islam pun, salah satu musuh terbesarnya adalah memerangi kebodohan. Agar tidak menjadi bodoh, tentu bisa dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dari cara yang paling umum yaitu dengan cara sekolah. Namun ada cara yang sederhana yaitu membaca. Membaca bagian dari cara untuk meningkatkan literasi. Sayangnya, membaca masih belum menjadi budaya bagi seluruh masyarakat Indonesia. Banyak dari masyarakat Indonesia lebih percaya katanya, kata orang yang dipercaya. Padahal, informasi yang katanya tersebut belum tentu benar. Karena sekarang ini marak sekali informasi bohong yang bermunculan di media sosial.

Kenapa kita perlu membaca atau membekali diri dengan informasi yang valid, agar kita punya filter sebelum mengambil keputusan. Misalnya dalam kaitannya dengan pandemi. Sekarang ini pemerintah sedang menerapkan PPKM Darurat, dimana segala aktifitas dibatasi. Masyarakat diwajibkan menggunakan masker. Namun narasi yang muncul justru sebaliknya. Corona hanyalah rekayasa. Virus corona merupakan takdir dan tidak perlu ditakuti. Corona dimaknai sebagai tantara Allah yang membasmi orang-orang yang tidak baik. Karena itulah jangan takut pada corona, tapi takutlah pada Allah. Pandangan sesat ini sempat muncul di berbagai media massa.

Sebagai generasi yang cerdas, semestinya kita tidak mudah terpengaruh. Karena informasi tersebut jelas tidak benar. Virus corona telah membuat jutaan orang meninggal dari berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Mari membekali diri dengan pemahaman yang benar. Penyebaran virus corona terjadi dari interaksi antar manusia. Manusia yang sehat bisa terpapar, jika berinteraksi dengan manusia yang terpapar. Karena itulah interaksi harus dilakukan dengan menerapkan protokol keseahtan. Jika tidak terlalu penting, janganlah berinteraksi secara langsung apalagi dengan kerumunan orang.

Namun jika pemikirannya subyektif, merasa pemahamannya paling benar, tentu tidak akan menerima pendapat orang yang lebih paham. Berpikir secara dangkal, tidak hanya akan merugikan diri sendiri, tapi juga bisa merugikan orang lain jika pemahamannya salah dan disebarluaskan. Contohnya seperti anggapan memakai masker tidak ada gunanya. Jelas itu pemikiran dangkal yang bisa membahayakan orang, karena disebarluaskan.

Saat ini, kasus positif harian rata-rata mencapai diatas 50 ribu kasus. Kita harus menghindarkan dari pengaruh-pengaruh menyesatkan. Informasi menyesatkan tersebut tidak ada bedanya dengan virus radikalisme. Karena yang berkembang di masa pandemi ini, selalu disertakan dengan sentimen kebencian. Didalamnya selalu saja ada sentimen tersebut. Dan kebencian yang dimunculkan umumnya ditujukan kepada pemerintah yang dianggap tidak becus, dianggap tidak berpihak pada umat beragama karena telah membatasi aktifitas peribadahan, dan lain sebagainya. Padahal, argumentasinya udah jelas, bahwa pembatasan tersebut ditujukan untuk menekan penyebaran virus covid-19.

Di masa pandemi ini, bibit radikalisme nyatanya masih terus disebarkan oleh kelompok intoleran. Jika kita tidak jeli, maka kita akan mudah terprovokasi. Dan ketika provokasi itu berhasil di masa pandemi ini, berpotensi melahirkan amarah yang hanya akan menurunkan kadar imun dalam tubuh. Kalau ini yang terjadi, potensi terpapar virus covid-19 akan mudah terjadi. Salam introspeksi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun