Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami Kearifan Lokal Bisa Menangkal Bibit Radikal

21 Desember 2019   22:01 Diperbarui: 21 Desember 2019   23:05 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lawan Radikalisme - jalandamai.org

Seperti kita tahu, Indonesia sangat kaya akan keberagaman budaya dan nilai-nilai kearifan lokal, yang melekat dalam setiap suku-suku yang ada. Tuhan telah menciptakan Indonesia sebagai negara yang heterogen. 

Keragaman yang ada di Indonesia merupakan anugerah yang harus dijaga. Di Indonesia, setidaknya terdapat lebih dari 1300 suku, 740 bahasa daerah dan 300 etnik yang tersebar dari Aceh hingga Papua. 

Keragaman itu akan bisa menghasilkan kekayaan yang melimpah serta keindahan ragam budaya. Namun, keragaman itu akan berpotensi menjadi sumber persoalan, jika tidak bisa dikelola dengan baik.

Indonesia sudah punya pengalaman terkait tata kelola keberagaman ini. Konflik yang pernah terjadi pada periode sebelumnya, merupakan buah dari buruknya tata kelola keberagaman. 

Namun, jika diantara kita bisa menjadi perekat, jadi pemersatu, jadi orang yang saling menghargai dan tolong menolong antar sesama, maka itu merupakan buah dari tata kelola keberagaman yang baik dan benar. JIka kita bisa saling menghargai, tidak mencari siapa yang benar tapi apa yang benar, tidak mencari kejelekan tapi mencari kebaikan, keberagaman itu akan terus tumbuh subur.

Proses pemahaman terhadap keberagaman itulah yang sering diajarkan dalam setiap kearifan lokal yang ada di masing-masing daerah. Proses pemahaman itulah yang akan mengantarkan kita menjadi pribadi yang toleran, pribadi yang belajar mehamami keragaman orang lain, belajar memahami apa yang dirasakan orang lain. 

Disitulah kemudian muncul tenggang rasa, tepo seliro, toleransi dan tolong menolong antar sesama. Dan ketika semua itu dimpementasikan dalam setiap perbuatan, maka kita akan tumbuh menjadi pribadi yang obyektif.

Jika kita lahir menjadi seorang Jawa, tentu saja dari kecil kita akan berdekatan dengan budaya Jawa. Namun ketika dewasa, kita mungkin bekerja di daerah luar Jawa, seperti di Kalimantan misalnya. 

Tentu kita tidak bisa memaksakan kejawaan kita di wilayah Kalimantan. Kita mau tidak mau harus mengerti tentang budaya Kalimantan, agar kita bisa beradaptasi antar sesama. Agar kita bisa saling memahami, bahwa suku dayak itu juga punya tradisi yang harus dihormati.

Di era milenial ini, tradisi untuk senantiasai ramah, senantiasai tersenyum dan saling menghormati antar sesama, rasanya mulai diganggu dengan banyaknya ujaran kebencian. Pertemanan menjadi renggang, persaudaraan menjadi putus, hanya karena kita salah mempercayai informasi. Kebencian yang membabi buta itulah yang kemudian melahirkan intoleransi dan radikalisme. 

Kebencian itulah yang menghancurkan kerukunan yang ada. Jika kita bisa mengedepankan kearifan lokal dalam setiap ucapan dan tindakan, secara tidak langsung kita akan berhasil membangun sebuah benteng pelindung dari segala pengaruh buruk, seperti bibit radikalisme. Karena itulah, mari kita terus menyuarakan nilai-nilai kearifan lokal, agar kita tidak terpapar bibit radikal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun