Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Mengikis Kebencian melalui Siskamling Dunia Maya

2 Februari 2019   08:36 Diperbarui: 2 Februari 2019   08:45 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Kebencian di Media Sosial - intisari.grid.id

Dunia maya terus berkembang dan memanjakan para pengunjungnya. Dunia maya telah menjadi rumah kedua bagi semua orang di era milenial ini. Hampir semua perilaku yang ada di dunia nyata, bisa kita temukan dan lihat di dunia maya. Segala bentuk kebencian yang ada di dunia nyata, juga bisa jelas terlihat di dunia maya. 

Bahkan makin hari makin masif terus bermunculan. Kemunculan kebencian ini juga sejalan dengan maraknya informasi bohong alias hoax. Keduanya seakan melakukan koalisi busuk untuk menebarkan bibit kebencian dan kebohongan di tengah publik.

Kita semua tahu, menyebarnya bibit kebencian dan kebohongan ini, tidak hanya membuat lunturnya nilai-nilai kearifan lokal dan kerukunan antar umat manusia. Tapi juga mendekatkan diri pada bibit intoleran dan radikalisme. 

Perpaduan antara intoleransi dan radikalisme, bisa memicu terjadinya berbagai aksi terorisme. Dan kemunculan mereka ini juga tak bisa dilepaskan dari kemajuan dunia maya. Ketika pimpinan ISIS memberikan perintah kepada pengikutnya untuk menguasai media sosial, sejak saat itulah propaganda ISIS begitu masif di media sosial. Dan cara ini ternyata memberikan dampak yang mengerikan bagi Indonesia dan semua negara.

Di tahun politik seperti sekarang ini, kombinasi antara penyebaran kebencian dan berita bohong yang dilakukan oleh oknum tertentu, untuk menjatuhkan elektabilitas pasangan calon, tentu menjadi ancaman yang mengerikan. Sebuah berita bohong, dimaknai sebagai sebuah kebenaran, jika masyarakat acuh tak acuh. 

Masyarakat harus membekali diri dengan budaya baca yang kuat, serta tingkat literasi yang tinggi. Kenapa? Agar kita bisa mengetahui mana informasi yang benar, mana yang tidak.

Mari belajar dari kasus hoax yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet. Terlihat sekali bagaimana minimnya cek dan ricek diantara elit politik kita. Beruntung polisi langsung bergerak cepat, dan menyatakan tidak pernah ada laporan pengeroyokan seperti yang dikatakan di media. 

Warganet juga ada yang mengatakan bahwa muka lebam tersebut merupakan efek dari operasi plastik. Dan benar saja, beberapa hari kemudian wajah Ratna kembali normal, dan polisi menegaskan bahwa kasus tersebut merupakan kasus hoax. Ratna pun kemudian ditahan dan terancam pidana. Apa yang bisa menjadi pelajaran? Mari kita renungkan bersama. Jangan pelihara kebencian yang mungkin masih ada dalam hati kita masing-masing.

Memelihara kebencian dan menebarkan hoax di media sosial, jelas bisa memicu terjadinya perpecahan di tengah masyarakat. Masih ingat tentang kasus pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai, Sumatera Utara beberapa tahun lalu? Kejadian tersebut ternyata dipicu oleh provokasi di media sosial, yang memunculkan amarah warga. 

Ketika amarah dan kebencian menyatu akibat informasi yang salah, lahirlah tindakan intoleran dengan membakar tempat ibadah. Sungguh sangat disayangkan.

Jangan biarkan bibit intoleransi dan radikalisme ini bertebaran di media sosial. Jangan biarkan hoax dan kebencian ini terus menghiasi dunia maya. Mari kita kobarkan semangat perdamaian. Mari bertutur dan berperilaku secara santun, tanpa harus mencaci, membenci ataupun melakukan persekusi. Kita semua bersaudara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun