Beberapa tahun belakangan ini gejala radikalisme marak di tanah air dan nyaris merasuki beberapa bidang di Indonesia. Mulai dari birokrasi, bidang pendidikan dan beberapa elemen kemasyarakatan. Dari sejumlah bidang itu, yang paling mengkhawatirkan adalah radikalisme yang merambah bidang pendidikan.
Dalam lembaga pendidikan semua komponen sudah diatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan pendidikan agama Islam diatur bersama antara Kemendikbud dan Kementerian Agama (Kemenag), secara teoritis kurikulumnya pasti bebas dari unsur radikalisme. Namun penyataan itu ternyata bukan jaminan.
Akademisi Ayumardi Azra beberapa waktu lalu pernah mengatakan bahwa pendidikan dan pengajaran  dengan kurikulum yang jelas ternyata tidak menjamin faham radikalisme menjauh dari pendidikan. Terutama karena adanya hidden curriculum yag biasanya disisipkan di kegiatan ekstra kulikuler.
Awalnya kegiatan tersebut memang di dasari dengan niat dan tujuan yang baik. Namun seiring waktu, kegiatan-kegiatan tersebut dijadikan sebagai salah satu sumber yang paling efektif untuk menyebarkan paham radikalisme di kalangan pelajar yang kemudian memicu pelajar untuk tidak toleran terhadap pihak lain
Hal ini bisa terjadi karena kadang kegiatan ekstra kurikuler tersebut tidak diawasi langsung oleh para guru, tapi diserahka kepada para alumni. Pengawasan longgar karena mereka dianggap mumpuni soal ekstra kurikuler tersebut. Tapi ternyata dalam penerapannya, mereka memasukkan faham-faham radikal yang  berbeda dengan prinsip-prinsip yang tertera di kurikulum.
Di sinilah peran guru sangat penting dalam mencegah radikalisme di sekolah, karena guru merupakan salah satu dari komponen pendidikan yang mampu memberikan pengaruh terhadap pola pikir pelajar didiknya. Guru yang sudah melalui tahapan tertentu adalah sosok yang sangat moderat dalam menyampaikan ajaran dan ekstra kurikuler di sekolah, tentu relatif tak punya hidden curriculumpada pelajaran atau ekstra kurikuler yang diajarnya. Dalam Permendikbud atau silabus yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dan dijadikan acuan dasar bagi guru, materi pengajaran pasti tidak mengandung unsur radikalisme.
Guru dituntut untuk dapat menciptakan iklim keagamaan yang sehat di sekolah agar pelajar terhindar dari paham radikalisme. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan melakukan praktik deradikalisasi pendidikan melalui pengintegrasian nilai-nilai pendidikan antiradikalisme pada
pembelajaran mata ajaran dan ekstrakurikuler di sekolah.