Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru Pencegah "Hidden Curriculum" Radikalisme

20 November 2017   22:11 Diperbarui: 20 November 2017   22:20 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa tahun belakangan ini gejala radikalisme marak di tanah air dan nyaris merasuki beberapa bidang di Indonesia. Mulai dari birokrasi, bidang pendidikan dan beberapa elemen kemasyarakatan. Dari sejumlah bidang itu, yang paling mengkhawatirkan adalah radikalisme yang merambah bidang pendidikan.

Dalam lembaga pendidikan semua komponen sudah diatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan pendidikan agama Islam diatur bersama antara Kemendikbud dan Kementerian Agama (Kemenag), secara teoritis kurikulumnya pasti bebas dari unsur radikalisme. Namun penyataan itu ternyata bukan jaminan.

Akademisi Ayumardi Azra beberapa waktu lalu pernah mengatakan bahwa pendidikan dan pengajaran  dengan kurikulum yang jelas ternyata tidak menjamin faham radikalisme menjauh dari pendidikan. Terutama karena adanya hidden curriculum yag biasanya disisipkan di kegiatan ekstra kulikuler.

Awalnya kegiatan tersebut memang di dasari dengan niat dan tujuan yang baik. Namun seiring waktu, kegiatan-kegiatan tersebut dijadikan sebagai salah satu sumber yang paling efektif untuk menyebarkan paham radikalisme di kalangan pelajar yang kemudian memicu pelajar untuk tidak toleran terhadap pihak lain

Hal ini bisa terjadi karena kadang kegiatan ekstra kurikuler tersebut tidak diawasi langsung oleh para guru, tapi diserahka kepada para alumni. Pengawasan longgar karena mereka dianggap mumpuni soal ekstra kurikuler tersebut. Tapi ternyata dalam penerapannya, mereka memasukkan faham-faham radikal yang  berbeda dengan prinsip-prinsip yang tertera di kurikulum.

Di sinilah peran guru sangat penting dalam mencegah radikalisme di sekolah, karena guru merupakan salah satu dari komponen pendidikan yang mampu memberikan pengaruh terhadap pola pikir pelajar didiknya. Guru yang sudah melalui tahapan tertentu adalah sosok yang sangat moderat dalam menyampaikan ajaran dan ekstra kurikuler di sekolah, tentu relatif tak punya hidden curriculumpada pelajaran atau ekstra kurikuler yang diajarnya. Dalam Permendikbud atau silabus yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dan dijadikan acuan dasar bagi guru, materi pengajaran pasti tidak mengandung unsur radikalisme.

Guru dituntut untuk dapat menciptakan iklim keagamaan yang sehat di sekolah agar pelajar terhindar dari paham radikalisme. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan melakukan praktik deradikalisasi pendidikan melalui pengintegrasian nilai-nilai pendidikan antiradikalisme pada

pembelajaran mata ajaran dan ekstrakurikuler di sekolah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun