Mohon tunggu...
Ahmad Ali Rendra
Ahmad Ali Rendra Mohon Tunggu... Lainnya - Kartawedhana

Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kab. Hulu Sungai Selatan - Kalimantan Selatan Pemerhati Budaya dan Sejarah Pemandu (khusus) Museum Rakyat Kab.Hulu Sungai Selatan Pembina komunitas Dapur Budaya HSS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Negeri para kesatria di tanah Kalimantan [bagian II]

14 Februari 2022   09:40 Diperbarui: 14 Februari 2022   11:42 2288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi) by @hangpcdua : pinterest

Sejak semakin "dalam" penetrasi kolonialisme Belanda di Kerajaan Banjar membuat semakin kacau keadaan. Dalam sebuah surat dari pejabat Belanda di Borneo kepada pejabat Belanda di Batavia menggambarkan betapa sulitnya menaklukan daerah "Banjar" ini. Perang Banjar tercatat meletus pertama kali di tahun 1859 dan baru agak mereda pada tahun 1863 namun perlawanan secara sporadis bergeser ke wilayah tanah Dusun (Kalteng sekarang) dan baru benar-benar total berakhir pada tahun 1906 ketika sebelumnya telah gugur Sultan Muhammad Seman (anak Pangeran Antasari) dan diasingkanya Gusti Muhammad Arsyad beserta Raden Naun di tahun 1905.

Perang Banjar pertama kali pecah tahun 1859 ketika para kesatria dari wilayah Banua Ampat dan Amandit berkumpul di daerah Muning di bawah pengaruh Aling mantan "Tagab Sultan" (Pendekar pelindung Sultan). Pasukan diperkirakan berjumlah 3000 lebih (Idwar Saleh;1993) kemudian dikerahkan untuk rencana sebuah penyerangan dibawah komando Pangeran Antasari ke Benteng tambang batu bara Orange Nassau di Pengaron dan ke Ibukota Kesultanan Banjar di Martapura. Serangan itu berhasil membersihkan Martapura dari pasukan Belanda dan merebut Keraton Kesultanan. Namun akibat manuver politik seorang tokoh dari elite Kesultanan Banjar yang tekesan bersifat ambivalen dan masih ingin bernegosiasi dengan pihak Belanda, akhirnya mengakibatkan pasukan rakyat yang semula sudah berjaya dan 6000 pasukan di Martapura yang juga sudah bersiap menghadang, menembakan meriam-meriam untuk menenggalamkan kapal pasukan Belanda yang hendak tiba di Banjar malah harus menelan pil pahit dengan kembali ditepuk mundur oleh bala tentara Belanda yang baru saja tiba akibat ulah oknum elite Kerajaan Banjar yang plin-plan tersebut.

Verdediging van een kampong, Borneo : wikimedia
Verdediging van een kampong, Borneo : wikimedia

Perang berlanjut dengan serangan balasan ke Tambai Mekkah, perang Munggu Thayor, Benteng Amawang dan wilayah Alai Selatan. Sebelumnya juga telah tewas Luitent Van Damn van Isselt dan pasukanya yang menyerang desa Tabihi di tahun 1860. Pertempuran terdahsyat terjadi di Benteng Madang dibawah komando Tumenggung Antaluddin seorang pemimpin wilayah Amandit yang dibantu para kesatria-kesatria Banjar terbaik, peperangan di Madang dimulai pada tanggal 3 September 1860, kemudian dilanjutkan tanggal 4, 13, 18, dan terkhir pada 22 September 1860. Kelima peperangan dimenangkan telak oleh pihak kesatria Banjar dan kapten Koch dari pihak Belanda tewas ditempat.

Sumber : buku
Sumber : buku "Lukisan Perang Banjar" oleh Idwar Saleh.

Pertempuran yang juga tak kalah dahsyatnya berpindah ke hulu Batang Alai yang dipimpin oleh Kiai Tumenggung Djayapati versus 40 orang prajurit bayonet pimpinan Leuitenan Von Ende dan opsir Van Der Horst yang berniat menghancurkan gudang senjata dan logistik milik para prajurit Banjar di Hulu Sungai. Pertempuran "Benteng Rantawan" itu pecah tanggal 17 Oktober 1860 dengan hasil mundurnya Luitenat Von Ende. Dilanjutkan pada pertempuran kedua di desa Jati, 27 Oktober 1860 antara pasukan yang di pimpin oleh Luitenat Von Ende melawan pasukan yang dipimpin oleh Kiai Tumenggung Djayapati dan Demang Lehman, disini untuk kedua kalinya Luitenat Von Ende ditepuk mundur dan kembali ke benteng utama di Amawang.

Kemudian didaerah lalawangan Banua Lima seorang kesatria besar bernama Tumenggung Jalil menyusun perlawanan dan mempimpin perlawanan diwilayah itu dengan mobilitas tinggi pertempuran bertubi-tubi terjadi, tentu sangat menyusahkan Belanda. Pertempuran terdahsyatnya terjadi di Benteng Tundakan (daerah Balangan) pada tanggal 24 September 1861 pertempuran tersebut banyak membinaskan serdadu Belanda karena amukan Tumenggung Jalil. Namun ia harus gugur syahid membela tanah airnya. Saking benci Belanda terhadap Tumenggung Jalil makamnya pun di bongkar dan kepalanya diambil lalu tubuhnya dihancurkan. Tengkorak kepalanya kemudian dibawa ke negeri Belanda.

Lukisan menjelang penyerangan pasukan Belanda ke benteng Ramonia yang di pertahankan Tumenggung Jalil
Lukisan menjelang penyerangan pasukan Belanda ke benteng Ramonia yang di pertahankan Tumenggung Jalil

Namun kesulitan utama saat perang Banjar adalah menghadapi para jagoan-jagoan tangguh dari pribumi Banjar yang juga ada dibarisan pihak Belanda. Seperti di daerah Banua Lima Tumenggung Jalil juga harus menghadapi kekuatan "beringas" dari jagoan pribumi setempat yang berdiri di pihak Belanda dimana mereka juga tak kalah "angker" serta didukung oleh persenjataan yang sangat mumpuni.

Seperti yang tergambar dalam "Perang Banjar" Chapter II (yang dilanjutkan sampai 1906), dalam fase ke II perang Banjar ini memang kecamuknya tidak sekuat Perang Banjar pada fase pertama (1859-1863). Namun juga cukup epik dimana pada tahun 1899 telah terjadi peristiwa besar. Disaat kuatnya perubahan era baru di Kalimantan Selatan dibawah Pemerintahan Hindia Belanda terjadi pemberontakan dari rakyat pribumi di Hantarukung sebuah daerah di wilayah selatan Amandit. Pimpinanya bernama Panglima Bukhari ia seorang anak dari orang tua bernama Manggir dan ibu bernama Bariah kelahiran desa Hantarukung, sekitar 7 Km dari pusat kota Kandangan. Bukhari adalah sebagai Panakawan Sultan Muhammad Seman, ia ikut berjuang di daerah Puruk Cahu. Bukhari juga orang yang dipercaya sebagai "Pemayung Sultan"(semacam paspampres sekarang). Ia juga dikenal sebagai seorang yang mempunyai ilmu kesaktian dan kekebalan. Bukhari dan adiknya yang bernama Santar mendapat "tugas" untuk menyusun dan memperkuat barisan perlawanan rakyat terhadap Belanda dikampung halamanya diwilayah Hulu Sungai. Dengan membawa surat resmi dari Sultan Muhammad Seman.  Bukhari dan adiknya Santar datang ke Hantarukung untuk menyusun suatu pemberontakan rakyat terhadap pemerintah Belanda. Kedatangan Bukhari diterima hangat oleh penduduk Hantarukung. Dengan bantuan Pengerak Yuya, Bukhari berhasil mengorganisir kekuatan rakyat untuk melawan Belanda. Kecamuk pertama terjadi ketika sikap penduduk dan tindakan Pengerak Yuya yang tidak mau menurunkan kuli (dari penduduk) untuk menggali terusan "garis" antara Sungai Amadit-Negara oleh Belanda, dalam peristiwa ini terbunuhlah Controleur Domes dan Adspirant Wehonleshen serta seorang anak emasnya.  Sementara 4 orang "anak buah" Belanda berhasil lolos dan melarikan diri. Diantara mereka itu antara lain opas Dalau dan Kiai (pejabat) distrik Nagara.

Kejadian terbunuhnya Controleur dan Adspirant Belanda tersebut segera sampai kepada pejabat-pejabat Belanda di Kandangan.  Kemarahan pihak Belanda tidak dapat terbendung lagi.

Besok harinya pada hari Senin tanggal 19 September 1899 sekitar jam 1.00 siang pasukan Belanda datang untuk mengadakan pembalasan terhadap penduduk. Serangan pembalasan tersebut dipimpin oleh Kiai Jamjam "putera daerah sendiri" (pejabat serta jagoan dari kalangan elite pribumi di Amandit/Kandangan yang berada dipihak Belanda), dengan diperkuat oleh 2 Kompi serdadu Belanda bersenjata lengkap mereka menggempur habis-habisan basis para pemberontak (pejuang) di Hantarukung. Kecamuk begitu dahsyat dimana rakyat hanya bersenjatakan parang, tombak dan bambu runcing melawan prajurit bersenjatakan lengkap utusan Belanda tersebut. Panglima Bukhari, H. Matamin dan Landuk serta Pengerak Yuya gugur di tembus peluru emas pasukan Belanda dibawah pimpinan Kiai Djamdjam, "pembersihan" para pejuang tersebut dilakukan dengan sangat kejam dan keji mereka ditangkap juga ada sebagian yang dihukum gantung. Peristiwa itu kemudian diingat dalam sejarah Kalimantan Selatan sebagai tragedi pemberontakan"Hamuk Hantarukung" sebagai peristiwa berdarah yang amat memilukan.

Sumber : Lukisan Perang Banjar by Idwar Saleh
Sumber : Lukisan Perang Banjar by Idwar Saleh

Makam Panglima Bukhari, Landuk dan H.Matamin di Parincahan.
Makam Panglima Bukhari, Landuk dan H.Matamin di Parincahan.

Seperti yang penulis kemukakan sebelumnya para jagoan atau kesatria dari Banjar tidak selalu suci atau berada pada posisi yang benar, hitam ataupun putih pilihan mereka juga mewarnai dinamika sejarah yang ada. Keperkasaan dan ketangkasan para kesatria Banjar sangat banyak terekam dalam laporan-laporan serta literatur yang ditulis oleh pihak kolonial dalam proses penaklukan negri Banjar. Pihaknya "menyesalkan" dalam episode "Perang Banjar" ini dirasa cukup merugikan Belanda dimana berpuluh-puluh orang terbaik yang berasal dari "perwira tinggi" militer Kerajaan Belanda tewas dalam priode Perang Banjar ini hingga oleh pemerintah Belanda dibuatkan 2 buah monumen yang dibangun untuk memperingati dan mengenang para perwira tinggi Belanda yang gugur dalam kecamuk perang Banjar yang dahsyat tersebut.

Kantor Residen ini sekarang menjadi mesjid Sabilal Muhtadin source by Sumber  : www.kolonialemonumenten.nl
Kantor Residen ini sekarang menjadi mesjid Sabilal Muhtadin source by Sumber  : www.kolonialemonumenten.nl

Sumber :http://www.kolonialemonumenten.nl (diduga dulu ada di dekat tangsi Belanda di Kandangan)
Sumber :http://www.kolonialemonumenten.nl (diduga dulu ada di dekat tangsi Belanda di Kandangan)

Namun untuk mengabadikan simbol kemenanganya atas "Perang Banjar" yang masyhur itu. Ada 3 kepala diantara tokoh pemimpin Perang Banjar berhasil didapatkan oleh pihak Belanda dengan cara keji yaitu kepala Demang Lehman, Tumenggung Jalil dan Penghulu Rasyid dimana setelahnya dibawa langsung ke Kerajaan Belanda untuk dipersembahkan kepada penguasa Kerajaan Belanda masa itu. Ketiga tengkorak para Kesatria Banjar tersebut hingga saat ini pun masih disimpan oleh Kerajaan Belanda. Namun belakangan sudah ada beberapa upaya Pemerintah Republik Indonesia dan Provinsi Kalimantan Selatan terhadap Kerajaan Belanda agar segera memulangkan tengkorak kepala para "Kesatria Banjar" ini.

Potret
Potret "Demang Lehman" menjelang eksekusi matinya. Sumber : KITLV

Negeri Belanda pernah memperingati hari Berkabung Nasional pada 1 Januari 1860. Hal itu ditenggarai atas dahsyatnya "Perang Banjar" dimana pada tanggal 26 Desember 1859 kapal perang Onrust (Stoomschip Onrust) yang dibuat dengan biaya 92 ribu Gulden dan merupakan kapal perang terhebat pada zaman itu harus tenggelam bersama Komandan Van der Velde dan seluruh awak kapalnya akibat amukan Prajurit Banjar dan Dayak saat pecahnya Perang Banjar di hulu Sungai Barito.

Dari beberapa "plot" ringkas ini tentunya penulis tidak bisa menggambarkan secara kesuluruhan mengenai detil tentang kiprah para kesatria Banjar dalam rentetan peristiwa besar yang disebut "Perang Banjar".

Memang dahsyatnya "Perang Banjar" belum begitu banyak masyarakat kita Indonesia mengetahui dan memang sangat jarang dimuat detilnya di buku-buku pendidikan sejarah nasional kita Indonesia. Sejarah perjuangan di Kalimantan Selatan ini dahulu memang sempat dianggap tabu untuk dijadikan bahan pelajaran di bangku pendidikan sekolah karna dikhawatirkan menimbulkan pandangan dan semangat "etnosentrisme" terhadap generasi muda di Kalimantan Selatan, terlebih sejarah era revolusi kemerdekaan.

Namun dari sajian ini bisa kita ambil bayangan tentang bagaimana aksi-aksi hebat para kesatria Banjar dalam memerangi musuh-musuhnya tersebut dan tentu akan kita lanjutkan kembali pada "bagian ke-III" tentang "Kesatria Banjar dalam "Revolusi" mempertahankan kemerdekaan Indonesia di tanah Kalimantan".......(BERSAMBUNG).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun