Mohon tunggu...
Ahmad Nuryaman
Ahmad Nuryaman Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

writer

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Buka Keran Ekspor Pasir Laut untuk Siapa?

7 Juni 2023   23:12 Diperbarui: 7 Juni 2023   23:26 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : harian.disway.id

Presiden Joko Widodo alias Jokowi, mencabut izin larangan ekspor pasir laut yang sebelumya sejak tahun 2002 telah dilarang. Melalui aturan Keputusan Presiden (Kepres) No 33/2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut. Jokowi mencabut larangan tersebut dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut yang diundangkan pada 15 Mei yang lalu. Di cabutnya aturan mengenai pelarangan ekspor pasir laut, memicu polemik baru ditengah masyarakat. Di buka kembali keran eskpor pasir laut, dianggap dapat menyebabkan kerusakan pada ekosistem perairan.

Pro dan Kontra

Juru bicara Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Wahyu Muryadi membantah soal peraturan baru dapat berdampak pada kerusakan ekosistem perairan. Ia justru meyakinkan bahwa pemerintah ingin menyehatkan kembali daerah pesisir.

“Sesuai dengan amat UU laut, maka KKP harus melakukan pengambilan, pengelolaan terhadap sedimentasi agar kembali dipulihkan, sehingga menjadi sehat,” kata Wahyu dilansir bbc.com.

Wahyu menjelaskan bahwa pemerintah tidak mengambil pasir dipulau yang selama ini masyarakat bayangkan. Pulau-pulau yang sudah bagus, pemerintah tidak akan menyedot pasir dari pinggir pantainya. Tetapi kemungkinan bisa saja proses sedimentasi dilakukan di dasar laut atau area lainnya selain pesisir. Ia menegaskan bahwa pemerintah akan segera mencabut aturan tersebut jika memang berdampak pada kelangsungan hidup di wilayah perairan.

“Kalau ada sampai kemudian karena proyek ini membuat satu pulau tenggelam, enggak boleh. Itu penambangan apalagi penambangan liar. Ini kan melakukan sedimentasi itu tanpa merusak lingkungan, tanpa mengganggu ekosistem, itu prinsipnya,” ujar Wahyu

Wahyu berpesan agar masayarakat dapat membedakan antara penambangan pasir dengan pengolahan sedimen yang tertuang dalam PP Nomor 26 tahun 2023.

“Sedimentasi laut kita bisa didapat akibat erupsi dan peristiwa oceonografi yang menumpuk di beberapa titik, yang berakibat menimbulkan ketidakseimbangan atau menggangu, mengganggu jalur laut, mengganggu kualitas dari biodiversity kita, terjadi pendangkalan sehingga menyulitkan dari pelayanan,” katanya.

Dilansir Mongabay.co.id, perwakilan masyarakat pesisir dari berbagai wilayah Indonesia, didampingi oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Walhi, Greenpeace Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dan Dastructive Fishing Watch (DFW) menolak terbitnya aturan tersebut. Beramai-ramai mereka menilai regulasi tersebut hanya akan memicu dampak negatif yang merugikan berbagai aspek kehidupan.

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi, Parid Ridwanuddin menilai PP Nomor 26 tahun 2023 menggunakan politik Bahasa sedimentasi laut. Penggunaan seperti ini sudah sering dilakukan salah satunya Undang-undang Cipta Kerja, seolah-olah untuk membangun lapangan kerja. Ia juga menegaskan bahwa ini merupakan kemunduran dari komitmen Indonesia untuk melestarikan ekosistem laut. Ia menilai pemerintah memiliki kepentingan ekonomi dengan dalih pembangunan dan reklamasi.

Dalam laporan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) pada bulan April 2022, penggunaan sumber daya pasir mengalami peningkatan sebesar tiga kali lipat dalam waktu 20 tahun terakhir, jumlahnya setara dengan 50 miliar metrik ton diekstrasi per tahun.

Parid menjelaskan dampak aktivitas pengerukan pasir dapat mengancam keberadaan pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu, Kepulauan Riau dan Kepulauan lainnya.

Sejumlah warga di Kepulauan Riau (Kepri), menolak rencana pemerintah yang kembali membuka izin ekspor pasir laut. Tokoh nelayan Kabupaten Karimun, Amirullah mengatakan, tambang pasir marak terjadi pada awal tahun 2000an di Karimun. Nelayan pernah mendapat kompensasi bantuan sebanyak satu kali berupa sembako dan uang senilai 300.000 per keluarga.

“Hidup kami tidak hanya sehari, ke mana nelayan harus mencari ikan kalau laut sekitarnya rusak. Itu dampaknya masih terasa sampai sekarang, 20 tahun sejak tambang dihentikan, kata Amirullah dilansir Kompas.id.

Sementara Amdan warga Pulau Pemping di Kota Batam mengatakan, tambang pasir laut menyebabkan habitat ikan hancur, mengancam pulau-pulau kecil di tempat pemukiman warga dan menyebabkan tanah di pulau-pulau kecil merosot ke laut.

“Dulu tiang rumah-rumah panggung warga di Pemping sudah gantung di laut karena pulau kami abrasi parah,” kata Amdan.

Dosen  Departemen Hukum Lingkungan, Tata Ruang, dan Agraria Universitas Padjajaran (Unpad) Maret Priyanti menanggapi PP 26/2023. Menurutnya dengan terbitnya PP diharapkan kegiatan pemanfaatan hasil sedimentasi laut menjadi lebih menjamin perlindungan terhadap ekosistem pesisir dan laut dengan memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha melalui tahapan perencanaan, pengendalian, pemanfaatan dan pengawasan.

Menjawab kekhawatiran berbagai pihak, ia mengatakan perlunya pengendalian dan pengawasan dari Pemerintah Pusat maupun Daerah. PP ini merupakan jawaban semakin masifnya aktivitas illegal karena nilai ekonomisnya, sehingga PP ini dapat mendorong optimalisasi kepentingan ekonomi dan lingkungan.

“Menurut hemat saya justru dengan diterbitkannya PP ini, maka para penambang difasilitasi kegiatannya sepanjang memiliki izin, maka aktivitasnya dilindungi oleh negara dan memberikan kepastian hukum” ujar Priyanti dikutip Sindonews.com.

Aktivitas Penambangan Pasir Laut

Aktivitas penambang pasir illegal, ternyata sudah ada sebelum Presiden Jokowi menekan aturan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi laut. Hal itu diungkapkan oleh Kordinator Nasional Destructive Fhising Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan dikutip Tempo.co. Menurutnya ada info dugaan ekspor pasir kwarsa ke sebuah negara di Asia dari Natuna. Kepentingan pembangunan reklamasi yang menjadi faktor aktivitas penambangan pasir laut. Berbekal Izin Usaha Pembangunan (IUP) yang diterbitkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Pemerintah Daerah. Menurutnya pengawasan terhadap izin tersebut terbilang lemah, sehingga aktivitas penambangan berdampak terhadap ekologi dan kehidupan masyarakat pesisir.

Berdasarkan liputan yang dilakukan majalah Tempo, terdapat daftar perusahaan penambang pasir laut yang beroperasi dibeberapa wilayah Indonesia.

  • PT Logomas Utama

Beroperasi di Desa Suka Damai, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, wilayah Riau. Namun pada 13 Februari 2022, KKP menghentikan sementara, tetapi IUP perusahaan masih belum dicabut.

PT Bintan Batam Pratama

Melakukan aktivitas penambangan di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau sejak tahun 2021.

  • PT Labrosco Yal

Melakukan aktivitas penambangan di Morotai Selatan dan Morotai Timur.

Singapura Menyambut Gembira

Melalui artikel yang ditulis media Singapura, The Business Times dengan judul “Keuntungan bagi Singapura karena Indonesia membatalkan larangan ekspor pasir laut” dikutip Kamis, 1/5/23. Menyambut positif kebijakan yang dikeluarkan Jokowi terkait izin ekspor pasir laut. Pasalnya, negara Singapura memiliki masalah keterbatasan lahan, sehingga kebutuhan pasir laut sangat diperlukan untuk menambah perluasan dengan cara reklamasi.

Pemerintah Buka Suara

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu menjawab mengenai alasan pembukaan izin ekspor pasir laut. Ia menerangkan, tujuan pemerintah adalah memberikan dasar hukum pada pemanfaatan pasir yang terbentuk dari sedimentasi di dalam laut. Kebutuhan untuk pembangunan reklamasi dan beberapa pembangunan infrastruktur di Indonesia, pasir laut merupakan material yang sangat cocok. Kebutuhan yang sangat besar sering kali aktivitas pengerukan merusak lingkungan. Maka pengambilan sedimentasi dipilih sebagai material reklamasi karena tidak akan merusak lingkungan sehingga praktik pengerukan pasir laut diperbolehkan dengan syarat pasir yang diambil berasal dari sedimentasi laut.

Untuk memastikan izin benar-benar diberikan, pihaknya masih mempersiapkan Peraturan Menteri (Permen) sebagai aturan teknis.

“Nanti akan dituangkan di Peraturan Menteri yang disiapkan, belum jadi sama sekali,” kata Trenggono dalam konferensi pers di kantornya, Rabu, 31/5/2023.

Ia berjanji akan menggunakan pasir sedimentasi untuk kebutuhan di dalam negeri. Namun bila kebutuhan telah terpenuhi maka bisa dilakukan ekspor yang akan memberikan keuntungan pada penerimaan Negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun