Di tengah kesibukan sekolah-sekolah di Kabupaten Bandung dalam merayu calon siswa siswi, ada realitas pendidikan yang menunjukkan adanya celah dalam budaya belajar dan prilaku mengajar. Bukan soal menyalahkan, tapi cara pandang pola yang menurut penulis belum sepenuhnya mendukung pembentukan generasi BEDAS (Bersih, Dinamis, Agamis, dan Sejahtera), yang siap menyongsong Indonesia Emas 2045.
Berkaca pada konsep leluhur sunda Gapura Panca Waluya yang digembor gembor gubernur Jawa barat (cageur, bageur, bener, pinter, dan singer), kita bisa memahami celah ini dan melihat bagaimana pendidikan dikabupaten Bandung seharusnya berjalan.
Cageur, dalam pandangan Islami, bukan sekadar tubuh sehat, melainkan jiwa yang tenang dan hati yang bersih, sebagaimana Islam menekankan keseimbangan jasmani dan rohani (al-Qashshas: 77). Realitas di Kabupaten Bandung memperlihatkan bahwa sekolah lebih mementingkan nilai ujian ketimbang kesehatan mental murid. Dalam budaya Sunda juga mengajarkan "kasaimbangan batin jeung raga." Sekolah-sekolah sering kali hanya fokus pada akademik, sementara murid yang acuh atau kurang faham karena factor gizi terabaikan. Bayangkan jika sekolah melek gizi murid dengan makanan sehat atau mengadakan sesi ngobrol santai berbasis nilai Sunda dan Islam, seperti zikir ringan untuk menenangkan pikiran. Ini mencerminkan peran sirozam munniro (Qs. Al-Ahzab), yaitu cahaya pencerah yang menyehatkan jiwa, membawa murid pada keseimbangan batin dan fisik yang utuh.
Bageur, yang dimaknai sebagai kelembutan hati, adalah kasih sayang yang mencerminkan rahmatan lil 'alamin dalam Islam. Namun, budaya belajar di sini sering terjebak pada target kurikulum, sehingga melatih empati jadi kurang diperhatikan. Dalam kearifan Sunda, ada nilai "silih asih," yang mengajak kita saling menyayangi, baik pada manusia maupun alam. Realitas menunjukkan murid jarang diajak untuk mempraktikkan kelembutan ini. Kegiatan seperti gotong royong membersihkan kampung, Sungai (Citarum) atau membantu anak-anak di daerah terpencil bisa menjadi cara untuk menanamkan sifat welas asih (bukan ditanamkan pada nama Rumah Sakit). Kelembutan ini selaras dengan peran mubasiron (Qs. Al-Ahzab), yaitu pembawa kabar gembira yang menginspirasi tindakan penuh kasih, menjadikan murid sebagai agen kebaikan di masyarakat.
Bener, atau kejujuran, adalah fondasi akhlak yang ditekankan dalam Islam melalui konsep "sidq." Malah, budaya pendidikan kita kadang mendorong murid mengejar nilai tinggi dengan cara yang salah, seperti mencontek. kita lihat budaya Sunda, kejujuran adalah "lampah, lisan, jeung ati" yang harus selaras. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa kurikulum jarang memasukkan pembelajaran etika secara langsung, padahal diskusi sederhana tentang akibat kebohongan atau kisah tokoh jujur dari sejarah Sunda, seperti Prabu Siliwangi, bisa membuka mata murid. Guru yang mencontohkan kejujuran dalam tindakan sehari-hari juga krusial. Ini mencerminkan peran wanadiron yang masih dalam Qs. Al-Ahzab, yaitu pemberi peringatan yang mengarahkan murid untuk tetap pada jalan lurus, menjaga integritas dalam setiap langkah.
Pinter, dalam kerangka Islami, bukan hanya kecerdasan akademik, melainkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif sebagai anugerah Allah. Namun, budaya mengajar dalam dunia pendidikan kita khususnya dikabupaten Bandung masih didominasi hafalan, bukan pemahaman mendalam. Pendekatan deep learning sebagaimana menurut Menteri Pendidikan, yang mengutamakan pembelajaran bermakna dan menyenangkan itu belum merata. Misalnya, pertanyaan seperti "Gimana caranya budaya Sunda tetap relevan di era digital?" bisa mendorong murid menghubungkan pelajaran dengan dunia nyata. Kearifan Sunda menjunjung kreativitas melalui seni seperti angklung atau tari Jaipong, dan ini bisa diperkuat dengan kegiatan ekstrakurikuler, seperti klub teknologi atau seni tradisional. Pilar pinter ini sejalan dengan peran dai an ilalloh (Qs. Al-Ahzab), yaitu menyeru ke jalan kebenaran melalui ilmu yang hidup dan relevan.
Singer, atau kesadaran spiritual, adalah kompas hidup yang menghubungkan semua pilar. Dalam Al-Ahzab ayat 45-46 tersebut, pendidik digambarkan sebagai sahidan (saksi), mubasiron, wanadiron, dai an ilalloh, dan sirozam munniro. Sayangnya, guru agama kita di sekolah sering asik pada hafalan semata, bukan iman yang terasa nyata. begitupun mengakar sekali sesungguhnya dalam Budaya Sunda tentang mengajarkan "ngaji diri" sebelum ngaji kitab, artinya memahami diri sendiri sebagai langkah menuju kedekatan dengan Tuhan, sayangnya itu hanya menjadi selogan semata.
Saran penulis Sekolah bisa mengadakan pengajian interaktif, misalnya mengobrol tentang bagaimana kesabaran dalam Islam membantu mengatasi tekanan hidup, atau kegiatan seni Islam Sunda seperti kaligrafi untuk memperdalam makna iman. Ini membuat spiritualitas jadi pegangan yang hidup, bukan sekadar pelajaran.
Dari kerangka berpikir Islam melalui Qs. Al-Ahzab ayat 45-46 itu menunjukkan bahwa pendidikan harus mencerminkan peran pendidik sebagai pencerah, pembawa kebaikan, dan penyeru kebenaran, begitupun semangat leluhur kita tentang Gapura Panca Waluya memperkuat ayat Qs. Al-Ahzab tersebut dengan lima pilar yang saling terhubung, mencerminkan harmoni hidup seperti yang diajarkan budaya Sunda. Cageur menjaga fondasi kesehatan, bageur menumbuhkan kasih sayang, bener mempertahankan integritas, pinter memupuk kreativitas, dan singer membawa kesadaran spiritual. Realitas pendidikan terkhusus di Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa budaya hafalan dan orientasi nilai harus bergeser ke pembelajaran yang bermakna, yang mengedepankan akhlak dan kearifan lokal. Sekolah harus jadi ruang yang tidak hanya mengajar, apalagi sibuk hitungan 35 atau 50 dalam satu rombel tapi sejatinya repot menyalakan cahaya di hati murid, menciptakan generasi BEDAS yang berakhlak mulia, kreatif, dan siap menyongsong Indonesia Emas 2045 dengan penuh keberkahan.
Wallahua'lam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI