Mohon tunggu...
ARAYRI
ARAYRI Mohon Tunggu... Guru - Adzra Rania Alida Yasser Rizka

Sampaikanlah Dariku Walau Satu Ayat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Valentine, Kontroversi tetapi Tetap Dirayakan

14 Februari 2016   06:28 Diperbarui: 14 Februari 2019   21:19 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari valentine, muncul tiap tahun di bulan Februari. Berbagai perayaanpun dilakukan dan terus berulang, dan di saat yang bersamaan, berbagai laranganpun terus dilancarkan. Dari yang swasta sampai pemerintah dan dinas pendidikan di beberapa daerah melarang.

Sekolah Islam pun tidak ketinggalan selalu mengingatkan siswanya agar tidak ikut perayaannya. Acara TV pun tidak ketinggalan membahasnya. Namun apa yang dilakukan oleh mereka sepertinya tidak mengubah aktivitas sebagian pihak.

Banyak radio ibukota yang saya dengar tiap hari, gencar menyiarkan valentine, dengan menanyakan pada pendengar tentang apa rencana di hari valentine dan seperti apa perayaanya, walaupun dalam siarannya, penyiar mengucapkan salam dan menyuruh pendengar untuk tidak lupa sholat. Seakan tidak ada masalah di dalamnya.

Salah satu minimarket yang ada di pulau jawa sampai menjual coklat besar untuk mendukung valentine ini dan menawarkan pada konsumen, walau banyak konsumennya yang merupakan orang Islam. Tempat hangout umum pun juga tidak ketinggalan dengan ornamen valentinenya ikut merayakan. Oleh karena kondisi itu, valentine menjadi sesuatu yang kontroversi tetapi tetap dirayakan.

Mengapa bisa begitu? Mengapa ajaran untuk tidak mengikuti valentine, yang sejarahnya berasal dari pengalaman hidup seorang pemuka agama non Islam ini, seakan tidak banyak berpengaruh terhadap minat sebagian masyarakat Islam yang mayoritas di Indonesia ini untuk merayakannya?

Dalam kesempatan ini, saya mencoba sedikit menelaaah berdasarkan pemikiran dan tukar pendapat dengan rekan sejawat. Berikut jabarannya.

Saya berpendapat, bagi orang Islam yang ikut merayakan valentine, mereka mempunyai pikiran sebagai berikut:

Pertama, larangan untuk tidak ikut valentine, bagi sebagian orang Islam dianggap tidak sekeras larangan lain, atau dikatakan tidak ada dalam Qur’an, seperti tidak makan daging babi dan tidak berzina. Dalam qur’an jelas “Laa takrobuzzina” Janganlah kamu mendekati zina. Tidak ada “janganlah kamu ikut kegiatan valentine”. Padahal sebenarnya ada larangan yang jelas yaitu dalam hadits dikatakan, jika kamu mengikuti sebuah golongan, maka kamu termasuk di dalamnya. Kemudian dalam Qur’an, “Lakum diinukum waliadin” bagimu agamamu bagiku agamaku. Menurut saya kedua dalil ini cukup jelas maksudnya. Jika kita ikut merayakan berarti kita masuk ke dalam golongannya, dan jangan mencampur adukan ajaran Islam dengan ajaran lainnya.  

Kedua, kasih sayang dianggap sesuatu yang patut dilakukan. Hari valentine, yang merupakan hari kasih sayang, dianggap sebagai sesuatu yang tidak membahayakan malah yang namanya kasih sayang patut dilakukan. Saya setuju bahwa kasih sayang patut dilakukan namun jika diakukan oleh seorang Islam namun bukan berdasar pada konteks sayang versi Allah SWT, apalagi berdasarkan pada agama lain, saya pikir itu tidak diperbolehkan. Kasih sayang yang merupakan sifat Allah, seperti yang biasa kita sebutkan dalam basmallah, “bismillahirrahmanirrahim”, ada “rahman” (pengasih) dan “rahim” (penyayang), wajib kita curahkan kapan saja, jika berdasar pada Allah SWT, bukan lainnya.

Ketiga, valentine dianggap hari kasih dunia, sehingga sifatnya universal. Tidak bisa dipungkiri valentine menjadi hari kasih internasional, sehingga dianggap bukan merupakan ajaran agama tertentu. Akan tetapi menurut saya, apapun yang sifatnya internasional jika asalnya bukan dari ajaran Islam, tetapi dari syiar agama lainnya, maka orang Islam tidak boleh ikut merayakannya.

Bagi orang-orang yang melarang valentine, seperti para pemuka agama Islam, valentine dianggap berbahaya karena beberapa hal sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun