Mohon tunggu...
Ahmad Hifni
Ahmad Hifni Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Founder Madrasah al-Qahwah; Ciputat Cultural Studies. Peneliti pada Moderate Muslim Society (MMS)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Konsumsi Baru Masyarakat Abad ke-21

18 Mei 2016   19:01 Diperbarui: 18 Mei 2016   19:07 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Di abad 21 ini, sadar atau tidak, kita disuguhi konsumsi jenis baru, bukan berupa makanan atau minuman, melainkan informasi! Selain yang hidup di hutan belantara, mungkin mustahil untuk tidak mengkonsumsi informasi setiap hari. Tidak percaya? Coba saja buka gadged kemudian lihat beragam informasi di Facebook, Twitter, Whatsapp dan lain-lain. Di sana terdapat beragam informasi yang akan kita konsumsi, baik itu fakta, opini, propaganda, fiktif maupun sensasi.

Pesatnya kemajuan teknologi memang membuat berbagai macam informasi deras mengalir masuk. Garis-garis antara berita, hiburan, iklan, propaganda, sensasi kini menjadi kabur. Sehingga kita susah untuk mendefinisikan dan menginterpretasikan setiap informasi yang kita peroleh. Pada sisi yang lain, masyarakat tidak begitu peduli dengan akurasi media. Mereka mudah membaurkan antara fakta dan opini, antara sensasi dan propaganda.

Inilah perubahan besar informasi. Seringkali beragam isu menjadi penting bagi masyarakat karena disuarakan oleh media sosial. Seringkali pula sebuah Isu menjadi “tren” tidak jelas, tetapi mendapatkan perhatian besar bagi masyarakat. Tak ayal juga berbagai macam propaganda didengungkan, baik yang berupa politik, agama, ras dan sosial. Berbagai strategi dan teknik persuasif dilakukan untuk mengubah mindset, perilaku dan sikap masyarakat dengan berbagai kebohongan, tipu muslihat, dan kebencian.

Media kini menjadi senjata paling ampuh untuk memengaruhi pola pikir publik. Media menjadi pertarungan ideologi dan politik. Lihatlah informasi yang dibangun seperti isu-isu kebangkitan PKI, Anti Syiah, Anti Ahmadiyah, bahaya liberal, ateis, serta berbagai isu SARA pada pemilihan Presiden, Gubernur, Wali Kota dan lain-lain. Isu-isu yang dibangun melalui media ini sangat masif dan terbukti dengan mudah memengaruhi cara berpikir masyarakat.

Padahal apa yang kita peroleh dari media berupa data-data, data itu akan menjadi infomasi yang kemudian akan memengaruhi pola pikir dan cara pandang kita terhadap problem sosial. Sehingga mindset dan paradigma kita tergantung dari informasi yang kita konsumsi dari media. Kalau lebih banyak mengkonsumsi politik, pembicaraan kita akan sering mengarah pada politik. Kalau banyak mengkonsumi sinetron, pola pikir kita tidak akan jauh dari sinetron. Begitu juga dengan jenis informasi lain yang kita konsumsi akan memengaruhi cara berpikir dan bertindak kita.  

Dan yang paling membuat saya geram ketika orang dengan mudah menyebarkan informasi di media sosial sebelum letak kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan. Masyarakat kini gampang meng-copy paste broudcast yang tersebar di WhatsApp, Twitter, Facebook, dan lain-lain tanpa terlebih dahulu menelaah lebih jauh dan melihat akurasi ketepatan informasinya.

Oleh karena itu, marilah berpikir jernih. Jangan mudah memberi penilaian terhadap sebuah informasi sebelum mengetahui secara lengkap informasi tersebut. Kita harus melihat akurasi informasi sebelum memberi penilaian dan menyebarkan pesan segala bentuk informasi yang terdapat di media sosial. Kita harus cermat mengkonsumsi informasi yang akurat dan terpercaya. Tidak serta merta menelan mentah-mentah setiap informasi yang kita dapat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun