Setelah kamu pergi, banyak hal kecil berubah. Rak sabun jadi lebih kosong. Mesin cuci kadang bunyi aneh karena aku salah atur. Dan tentu saja, pakaian tak lagi wangi seperti dulu. Bukan karena detergennya kurang, tapi karena tak ada lagi kamu yang memilih dan mengaduknya dengan cermat.
Aroma detergen wangi mawar yang dulu kuanggap biasa, kini justru menjadi pengingat yang paling kuat tentang kamu.
Tiap kali aku membilas pakaian dan wanginya menyebar ke seluruh ruangan, aku merasa seperti kamu sedang ada di dekatku---berdiri di depan mesin cuci, melipat pakaian, atau sekadar menegurku karena lupa memisahkan baju putih dan berwarna.
Dari semua hal yang kamu ajarkan, mungkin inilah yang paling terasa:
Merawat itu beda dengan sekadar membersihkan.
Kamu tak hanya mencuci baju agar terlihat bersih, tapi agar terasa nyaman saat dikenakan. Kamu tak hanya memastikan semuanya selesai, tapi dilakukan dengan penuh perhatian. Dan aku belajar bahwa hal kecil seperti mencuci bisa menjadi wujud cinta paling nyata---tanpa kata-kata, tanpa drama.
Kini, aku tetap membeli detergen yang sama. Bukan karena aku tidak bisa mencoba yang lain, tapi karena dari wangi itulah, aku seperti diingatkan:
tentang kamu, tentang perhatianmu, dan tentang segala hal yang pernah terasa biasa---tapi ternyata begitu bermakna setelah kamu tidak lagi di sini.
Kadang, kenangan tidak datang lewat peristiwa besar. Ia datang diam-diam lewat pakaian yang terlipat, cucian yang baru dijemur, atau bau wangi mawar dari detergen yang kamu tinggalkan.
Dan mungkin, dalam hidup ini, kita memang hanya butuh satu aroma untuk bisa mengingat segalanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI