Mohon tunggu...
Ahmad Faisal
Ahmad Faisal Mohon Tunggu... Penulis - Indonesian Writter

Political Science FISIP Unsoed Alumnus. I like reading, writting, football, and coffee.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pagi di Daerah

7 Desember 2018   11:46 Diperbarui: 7 Desember 2018   13:21 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : Dokpri

"Bangun. Sebab pagi terlalu berharga tuk kita lalui dengan tertidur..."  -Banda Neira

Secuil cuplikan lagu Banda Neira itu memang pas untuk kita renungi. Bagi orang yang menjalani rutinitas sehari-hari dengan bekerja, pagi akan sangat membosankan di hari kerja. Apalagi kalau paginya adalah Hari Senin. 

Bagi mahasiswa atau pelajar yang sedang study, akan sangat enggan untuk bangun ketika ada jadwal kelas pagi. Bagi yang pernah mengalami menjadi jobseeker lebih-lebih. Pagi begitu membosankan karena setiap lamaran yang kita rasa sudah banyak yang disebar, tetapi belum kunjung mendapatkan titik cerah.

Seringkali saya pun mengeluh dengan rutinitas yang dijalani ketika harus bangun pagi dengan rasa masih ingin tidur. Apalagi kalau cuaca di luar hujan. Tapi, saya dan mungkin banyak orang di luar sana seketika langsung sadar dan berpikir bahwa lebih baik kita bersyukur dengan apa yang tengah kita miliki hari ini. 

Kalau kita hanya memikirkan apa yang ingin kita dapatkan (artinya, keingingan-keinginan kita saja), itu tidak ada batasnya. Rutinitas memang kerap kali membuat kita lupa bersyukur dengan hari-hari kita. Target pekerjaan menutup pandangan kita tentang bersyukur. Mau menyalahkan keadaan pun tidak bisa karena kita berada di dalam lingkungan keadaan tersebut.

Terlebih lagi, aura di lingkungan kita pun bisa berpengaruh terhadap kebersyukuran kita. Kalau di sekeliling kita orang-orangnya cenderung banyak mengeluh-ini seringkali terjadi tanpa disadari- maka kita juga akan mengeluh. Saya juga berpikir, bagaimana kalau saya saja yang menjadi pusat aura tersebut. 

Artinya, ketika kebanyakan orang memunculkan aura negatif, kenapa tidak saya saja yang memunculkan aura positif. Sesederhana itu. Tetapi, yang terjadi lebih sering saya yang tenggelam ke dalam aura negatif itu. Dibutuhkan lebih dari sekedar keinginan jika mau berubah. Harus ada tindakan yang konsisten untuk perubahan yang lebih baik.

Orang terbiasa mengeluh tentang jam kerja pagi yang tidak boleh terlambat. Bahkan, lebih baik terlambat dan membayar denda atau dapat hukuman daripada harus bangun pagi-pagi saja. Belum habis di situ, karena bangunnya dengan malas-malasan dan harus berangkat pagi, tidak sempat sarapan. Kedoknya adalah, "Saya tidak terbiasa sarapan". Tapi, jam 9 pagi sudah mengeluh lapar. Sama saja bohong. 

Masih ada lagi keluhannya. Ketika lapar datang, bingung mau makan apa. Makan ini bosan, makan itu bosan. Jadi, waktu untuk berpikir mau makan apa lebih lama daripaada ketika seorang penjual makanan menerima orderan, memasaknya, sampai dikirim ke pembeli oleh ojek online dengan fasilitas pesan-antar makanan. Pertanyannya, semanja itukah generasi saat ini? 

Bukan hanya yang muda, yang tua pun demikian. Padahal, segala macam alat dan teknologi yang dibuat saat ini adalah untuk mempermudah dan melengkapi kebutuhan manusia. Seharusnya manusia akan lebih sederhana dan lebih cepat dalam memutuskan/menyelesaikan pekerjaan. Tapi, kenapa malah justru ada banyak orang yang kesulitan sendiri? Jawabannya adalah karena manusia mudah terlena dan malas.

Masih soal pagi, di waktu yang bersamaan di belahan bumi lainnya, seorang ibu bangun sebelum adzan subuh berkumandang. Menyiapkan air di kamar mandi agar cukup untuk mandi anak-anaknya yang akan berangkat sekolah/kerja.

Jika anda pernah melewati jalanan yang melalui sebuah pasar, di sana dari dini hari sudah banyak para pedagang yang mempersiapkan dagangannya atau siap untuk mengirim barang untuk di jual ke pasar lain yang sedang harinya "Pasaran", seperti misalnya " Wagean, Kliwonan, Setuan", dan sebagainya.

 Pernahkah pada saat berangka ke kantor bertemu dengan mobil-mobil ekspedisi yang membawa sayuran untuk dijual ke pasar di kota sebelah? Biasanya di belakang di bagian bak mobil bersama dengan sayur-sayuran dan hasil bumi yang diangkut ada ibu-ibu atau bapak-bapak yang tertidur sambil berpegangan erat di bagian bak mobil sembari tertidur menunggu sampai di pasar tujuan.

Jika musim bercocok tanam tiba, banyak ibu-ibu yang bermatapencaharian petani berbondong-bondong ke sawah bersama teman-temannya untuk menggarap lahan. Ada yang berjalan kaki sejauh 2 kilometer, ada yang ramai-ramai bersepeda ke sawah, dan banyak juga yang pagi sekali menunggu bis untuk ditumpangi menuju ke sawah kalau lokasi sawah yang akan digarap jaraknya jauh dan melewati jalan raya.

Jadi, di luar sana masih banyak orang yang mereka sesuai effort-nya itu lebih 'keras' usahanya daripada kita. Dan belum tentu dari apa yang dihasilkan oleh mereka juga lebih tinggi nilainya daripada kita. Tetapi, mereka tidak pernah mengeluh. 

Saya rindu cerita orang tua saya dikala mereka menceritakan kegigihan orang zaman dulu ketika teknologi belum semaju sekarang. Orang lebih banyak bersyukur dengan hidupnya. Sedangkan kita saat ini? Kita adalah generasi yang 'lagi manja'. So, we have to disrupting our self to be the blessed people.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun