Edukasi bukan lagi sekadar transfer pengetahuan dari guru ke murid, melainkan proses membentuk karakter, daya pikir kritis, dan adaptabilitas di tengah dunia yang terus berubah. Sayangnya, banyak sistem pendidikan masih terpaku pada pola lama yang tidak selaras dengan kebutuhan zaman. Kurikulum kaku, fokus pada hafalan, dan minimnya ruang untuk eksplorasi menjadi kendala serius yang menghambat potensi peserta didik.
Di era digital saat ini, anak-anak tidak hanya belajar dari buku dan papan tulis, tetapi juga dari media sosial, konten daring, hingga interaksi global. Maka, sistem edukasi perlu bertransformasi menjadi lebih fleksibel, kontekstual, dan kolaboratif. Pembelajaran berbasis proyek, diskusi terbuka, dan pendekatan lintas disiplin perlu diperluas agar siswa tidak hanya tahu, tetapi juga paham dan mampu bertindak.
Salah satu pendekatan yang mulai populer dan terbukti efektif adalah "edukasi berbasis empati". Ini bukan sekadar pengajaran nilai moral, tetapi juga pembiasaan memahami perspektif orang lain, belajar menyelesaikan konflik, serta membangun kepedulian sosial. Dalam jangka panjang, pendidikan semacam ini tidak hanya mencetak lulusan berprestasi, tetapi juga manusia yang utuh.
Pendidikan seharusnya menjadi ruang tumbuh, bukan hanya tempat menilai benar-salah. Perlu keberanian untuk mengubah cara pandang, bahwa nilai 100 tidak selalu mencerminkan keberhasilan sejati, dan bahwa kreativitas, integritas, serta rasa ingin tahu adalah aset yang tak kalah penting. Edukasi relevan adalah yang mampu membekali generasi masa depan bukan hanya dengan ijazah, tetapi juga kebijaksanaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI