Mohon tunggu...
Ahmad Arpan Arpa
Ahmad Arpan Arpa Mohon Tunggu... Freelancer - Filsuf

Alumnus Unindra-Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Writer Enthusias, a ghost writer.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dua Anak Kecil

10 September 2023   19:50 Diperbarui: 10 September 2023   19:53 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah delapan tahun sungguh tak terasa
Aku yang tetap merindu
Saat kau berbisik di telingaku
menajamkan matamu
menusuk jauh ke dalam sukmaku
Berikrar tiada cinta selainmu
Mulutku hanya bergumam tak mampu berucap seberanimu

Sadarku bahwa waktu punya garisnya sendiri
Kita hidup sedang mengikuti waktu
tak ada sedetikpun waktu yang mampu kita minta apalagi untuk menganulirnya

Kita seperti dua anak kecil
yang sedang merajut awannya masing-masing
Awan-awan hampa yang menggumpal mengiasi sudut bumi
Awan hitam, awan mega, awan putih
kita Awan tanpa dua huruf akhir

Aku membuat awan berbentuk tengkorak
Kamu membuat awan berbentuk kelinci

Ketika malam, badai besar menghancurkan awan itu
Aku mencurigaimu, bahwa kamulah yang menghancurkan awanku
Tapi, tidak sebaliknya

Kamu datang ke halaman rumah
Memintaku merajut ulang awan yang hancur

Kita dua anak kecil yang merajut awan bersama
Sejengkel demi sejengkal
semeter dan seterusnya hingga kita sadar
Awan yang kita rajut tidak jelas bentuknya

Kita dua anak kecil merajut ulang awan sendiri
Satu persatu waktu merangkai kita
dalam kesunyian masing-masing
Tak jarang hujan deras mengarsir awan kita hingga lebur
Sedikit demi sedikit kita merajut lagi
Ternyata merajut awan berdua keheningan menjadi sangat pekat

Kita dua anak kecil merajut kembali awan yang hancur berantakan
Baru saja kulihat awanmu lebih besar dari punyaku
Ternyata ada tangan lain yang membantumu merajut awan itu

Awanku menangis sekencangnya
karena lelah
Awanmu pun kecewa
karena tak tau harus bagaimana


Awan-awan yang sudah membumbung besar perlahan menghitam dan mengeluarkan rintikan air mata diiringi gemuruh disetiap tetesnya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun