Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jilbab yang Menyentil

18 Oktober 2015   07:51 Diperbarui: 18 Oktober 2015   07:51 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Ooh… Apakah ada yang keliru? Jika ada ya harus dimaklumi, Ran, kan saya memang tak pernah memakai jilbab,” Ari mencoba melucu, membuat Rani kontan menutup mulut menahan geli. Barangkali ia membayangkan wajah tampan angkuh itu langsung aneh luar biasa saat menggunakan jilbab.

“Serius, Kak Ari…” kembali senyum manis itu menatap Ari dengan antusias yang tadi, membuat Ari gelagapan ditambah tengkuk yang agak mengembun.

“Rani cuma merasa bahwa setiap ketentuan agama yang jatuh atas diri kita, hanya wajib kita jalankan ketika kita telah siap untuk melakukannya. Dan Rani lebih memilih untuk mempersiapkan terlebih dahulu semuanya secara total, agar kelak ketika Rani telah menjalani ketentuan tersebut, Rani bisa menjalaninya dengan sempurna, yang tidak sekedar kulit atau tampilan luarnya saja yang terkesan religius. Makanya Rani… ”

Ari mendengarkan semua uraian si wajah manis ini dengan tersenyum. Hanya saja hatinya bosan luar biasa. Sebab bukan sekali dua ia mendengar pledoi yang sejenis ini, yang biasanya hanya akan bermuara kepada pencarian pembenaran atas kedhoifan manusia sebagai fitrah dasar, yang memang telah lama menjadi acuan favorit itu.

Ari teringat pada percakapan yang sering di dengung-dengungkan oleh rekan kampusnya yang multietnis. Tentang Jarkoni yang terus berargumen akan kurang resapnya membaca Al-qur’an tanpa mampu memahami maknanya, yang setelah beberapa semester berlalu, Jarkoni tetap saja masih riuh membicarakan tentang hal itu seakan-akan tema tersebut adalah perenungan terhebat yang pernah berhasil dia singkap pencerahannya.

Hasilnya? Jarkoni tetap tak mencoba untuk mempelajari pemaknaan Al-qur’an. Juga tetap tak pernah lagi membacanya, hanya karena dia merasa percuma jika tanpa makna. Sebuah kepercumaan yang amat tak mengandung semangat perubahan apapun.


Atau ketika akhir pekan yang dulu ia pernah bertanya kepada Si Tolay, tentang mengapa ia lebih suka menghabiskan akhir pekan di rumahnya alih-alih mengikuti kebaktian dan atau menjadi pembimbing Sekolah Minggu di gereja samping kediamannya.

“Yang penting hatiku tetap penuh dengan cinta kasih terhadap sesama, Ar. Lagipula, agama adalah gaya hidup, yang tak perlu selalu hanya kita tonjolkan di rumah-rumah  Tuhan, selama kita tetap menggenggam erat di hati serta mengimplementasikannya dalam setiap yang kita jalani,” jawab Tolay mantap, membuatnya tak pernah lagi bertanya tentang hal itu karena ia memang tak banyak tahu tentang tata-cara peribadatan dalam agama yang dianut Tolay.

Dan iapun tak berminat untuk menelusurinya lebih jauh, karena setahunya, agama bukanlah sekedar keyakinan belaka. Melainkan juga pemahaman. Dan sejauh apa kita memahami agama yang diyakini, maka sejauh itu pulalah tingkatan serta derajat keyakinan agama yang kita punya, yang tidak akan pernah bisa untuk serupa pada semasing pemeluknya.

Ia hanya merasa, alangkah anehnya jika seseorang habis-habisan menebarkan kebaikan, cinta serta kasih sayang terhadap sesama, sementara pada saat yang sama ia begitu membatasi ‘pertemuan cinta’ dengan sumber cintanya: Allah.

Tapi barangkali memang seperti itulah agama, penuh dengan dinamika yang kadang tak sekedar berisi rasionalitas semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun