Mohon tunggu...
Ahmad Aunullah
Ahmad Aunullah Mohon Tunggu... Konsultan - Pelaku Wisata

Pelaku wisata yang tidak suka berada indoor terlalu lama. Berkantor di Lombok, bertempat tinggal kebanyakaan di laut.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pulau Moyo di Antara Hambatan dan Harapan

14 Mei 2021   18:38 Diperbarui: 14 Mei 2021   18:40 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu kawasan di Moyo (Dok Pribadi)

Bagi yang sudah pernah berkunjung ke Pulau Moyo di Sumbawa pasti sudah mengenal spot-spot wisata yang berada disana dan bagi yang gemar snorkeling dan diving juga pasti mengenal snorkeling spot dan diving sites yang berada di Taman Wisata Laut Pulau Moyo.

Keindahan alam Pulau Moyo memang sangat lah indah dan masih dapat dikatakan jauh dari tangan-tangan usil karena memang Pulau Moyo merupakan Pulau Konservasi yang dilindungi.

Pulau Moyo memiliki dua Taman Wisata yaitu Taman Wisata Laut yang memiliki area sekitar 5,000 hektar dan Taman Wisata Alam dimana terdapat 7 air terjun serta hutan yang dilindungi.

Ada beberapa kawasan wisata yang terdapat di Pulau Moyo yaitu Kawasan Tanjung Pasir, Kawasan Ai Manis, Kawasan Rajasua, Kawasan Poto Jarum, Kawasan Tanjung Boko dan Labuan Aji dan semua ini terdapat di selatan hingga barat dari Pulau Moyo.

Pada awalnya Pulau Moyo akan dijadikan sebagai Pulau Buru namun karena beberapa kendala terutama pada perijinan maka hal tersebut tidak terlaksana.

Dalam perkembangannya Pulau Moyo sudah masuk dalam radar para pesohor dunia terutama saat tersedianya sebuah resort yang memang menyediakan layanan wisata yang berkualitas sehingga mulai dari mendiang Princess Diana hingga Ratu Belanda dan beberapa selebritas dunia pernah menginjakan kakinya disana.

Di lain sisi, pengembangan dan pengelolaan wisata di Pulau Moyo bisa dikatakan belum maksimum sehingga walau jumlah pengunjung yang kesana bertambah dari tahun ke tahun namun tidak diimbangi oleh peningkatan fasilitas dan layanan.

Tidak tersedianya kapal wisata reguler yang melayani penyeberangan dari Pulau Sumbawa ke Pulau Moyo adalah salah satu contohnya dan hanya tersedia kapal charter dan kapal yang dipergunakan oleh penduduk Labuan Aji untuk belanja keperluan sehari hari di Pulau Sumbawa atau dikenal dikalangan traveler dengan public boat.

Lahan lahan atau tanah yang terdapat di Pulau Moyo banyak yang sudah bertuan dan sayangnya tidak dikembangkan serta sang pemilik bukanlah sang tuan rumah atau lokal sehingga memang sangat disayangkan bila lahan di sebuah destinasi tidak produktif dalam memberikan manfaat ekonomi kepada para penghuni Pulau tersebut.

Penjualan tanah milik pribadi yang sebaiknya tidak seluruhnya dan menyisakan sedikit lahan untuk penggunaan dikemudian hari bila pembeli tanah membangun hotel atau fasilitas lain sepertinya belum dapat diterapkan oleh para pemilik lahan.

Sebagai ilustrasi saja jika kita memiliki 10,000 m2 maka sebaiknya kita jualnya hanya 8,000 m2 dan sisanya 2,000 m2 untuk kita bangun toko atau restoran untuk melayani para tamu dari hotel yang dibangun pada lahan 8,000 m2 tadi.

Sebaiknya aktivitas jual tanah diganti dengan mencari investor yang berminat mengembangkan wisata di Pulau Moyo tanpa harus menjual tanah sehingga anak cucu kita tidak hanya merasakan manfaat ekonominya namun juga akan tetap sebagai pemilik lahan.

Sistem Build, Operate and Transfer bisa menjadi pilihan bagi masyarakat pulau untuk dapat mengembangkan wisata di pekarangannya sendiri tanpa harus kehilangan kepemilikan tanah mereka.

Memang realita ini banyak ditemukan di semua daerah jika menjadi destinasi wisata dan bila terjadi sebuah pembangunan, tidak dapat dihindari namun sebenarnya bisa dikurangi bila kita semua menyadari makna dari berkelanjutan.

Dan meskipun sudah ada beberapa fasilitas yang dibangun di lahan lahan tersebut namun jumlahnya tidak sebanding dengan lahan lahan yang tidak produktif tersebut.

Kenapa terkenal namun kurang maksimal perkembangannya ?

Kesadaran wisata dan beberapa hal lainnya menjadi kunci dari pokok permasalahan yang ada disamping hal hal lain yang sebenarnya sudah tercatat dalam 'things to do' oleh pihak pihak disana.

Pengembangan wisata yang akan membawa manfaat ekonomi kepada masyarakat akan dapat berkelanjutan apabila semua pihak yang ada disana menyadari potensi yang dimiliki Pulau Moyo serta memiliki perencanaan yang baik dan terarah serta dengan konsistensi dalam pengelolaannya.

Pemikiran mendapatkan uang lebih banyak hari ini bisa menjadi salah satu faktor tidak berkelanjutannya pengembangan wisata di sebuah destinasi dimana ketika masa sepi wisatawan berlangsung, pemikiran untuk berubah hanya singgah di pikiran kita selama masa sepi itu saja dan ketika tamu sudah kembali berdatangan lenyap lah pemikiran untuk merubah itu tadi.


Pengembangan wisata di beberapa kawasan wisata pada 7 air terjun yang berada di Pulau Moyo baru 3 air terjun yang dikembangkan yaitu Mata Jitu, Diwu Mbai dan Sengalo, karena banyaknya pilihan spot wisata tidak hanya akan memberikan banyak pilihan kepada wisatawan namun juga dapat membuatnya bisa tinggal lebih lama.

Beberapa tamu memang sudah banyak yang menginap di homestay yang tersedia akan tetapi jumlahnya tidak seimbang dengan jumlah wisatawan  yang hanya melakukan kunjungan satu hari penuh.

Kawasan Savanna atau padang rumput yang terdapat di atas Pulau Moyo merupakan kawasan yang luar biasa indahnya dengan pemandangan Taman Laut Wisata Pulau Moyo seperti pemandangan Tanjung Boko dan Poto Jarum serta Tanjung Pasir dari atas sebenarnya tidak saja menjadi spot wisata andalan namun juga menjadi spot melihat matahari terbit dari kaki Gunung Tambora dan terbenam dengan latar belakang Gunung Rinjani di tempat yang sama karena letaknya yang memungkinkan itu.

Mungkin karena status Pulau Moyo yang merupakan Pulau Konservasi yang dilindungi sehingga bisa saja terdapat batasan batasan untuk mengembangkan kawasan disana sehingga tidak merusak alam, hal ini bisa dipahami namun untuk kawasan yang sudah diperjualbelikan dan tidak masuk dalam kawasan yang dilindungi sebenarnya bisa dikembangkan, bukan di tidurkan.

Dalam hal layanan beberapa dari pelaku wisata disana memang sudah memahami bagaimana cara untuk melayani para wisatawan akan tetapi peran seluruh masyarakat disana dalam memberikan pelayanan dan pengalaman liburan kepada wisatawan perlu ditingkatkan terutama dalam menyapa wisatawan sebagai tamu bukan orang yang tidak dikenal atau orang asing karena keramahtamaan adalah kunci dari pariwisata.


Cinderamata sebagai ciri khas sebuah destinasi tidak banyak  tidak ditemui dan jika pun ada seperti madu khas Pulau Moyo, packaging dalam botol air mineral sepertinya kurang menarik selain dari penggunaan ulang dari botol tersebut.

Pergeseran konsep pengembangan wisata oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dari wisata berkuantitas kepada berkualitas sebaiknya diperhatikan juga oleh semua pihak disana.

Wisata berkualitas bukan hanya dari sisi fasilitas saja namun utamanya pada layanan yang akan menciptakan pengalaman berlibur yang berbeda kepada para pengunjung atau wisatawan.

Wisatawan melakukan kunjungan kembali ke destinasi bukan karena megahnya gedung namun karena pengalaman liburan mereka terdahulu yang berkesan sehingga mereka ingin mengalaminya kembali.

Kawasan Samota atau Teluk Saleh Moyo dan Tambora yang sejak lama dalam rencana pengembangan wisata dimana salah satunya adalah pengembangan wisata bahari dan wisata dengan konsep Liveaboarding sebenarnya memang sangatlah cocok diterapkan di kawasan Samota namun hingga saat ini masih dalam kata kata dan tulisan.

Lokasi Pulau Moyo yang berada tidak jauh dari Labuan Bajo sebenarnya bisa menjadi modal utama untuk menjadikan Pulau Moyo sebagai tempat keberangkatan dan kedatangan bagi kapal kapal Pinisi , tidak hanya sekedar menjadi tempat singgah seperti pada perkembangannya.

Di saat yang sama, letak Pulau Moyo di Teluk Saleh yang merupakan Teluk terbesar di Indonesia dimana terdapat beberapa pulau pulau kecil lainnya bisa dikembangkan secara pararel menjadi konsep island Hopping, saat ini umumnya hanya Moyo dan Satonda yang menjadi pusat kegiatan island hopping di kawasan Samota.

Pembangunan dermaga wisata sudah lama terdengar namun sepertinya belum tampak fisiknya hingga kini, dermaga wisata dapat memberikan kenyamanan wisatawan saat naik dan turun dari kapal selain itu dari segi keselamatan pun akan terjaga.

Pulau Moyo memang sebuah destinasi wisata yang memiliki potensi yang sangat besar baik dalam hal mendatangkan wisatawannya maupun untuk mengembangakn destinasi namun secara bersamaan juga menumbuhkan daya saing, ladang kepentingan serta intrik intrik yang justru akan mengurangi lajunya pengembangan wisata di destinasi tersebut.

Penulis berharap Pulau Moyo bisa berkembang menjadi Pulau dengan layanan wisata berkualitas dan tidak berkuantitas dan mudah mudah an tidak ada lagi aktivitas yang berkontradiksi dengan pengembangan wisata aktivitas yang merusak alam terutama hutan lindung seperti penebangan kayu liar dan lainnya.

Mari kita jaga kelestarian alam Pulau Moyo dan disaat yang sama mengembangkan wisata Pulau Moyo ini dengan kebersamaan pada posisi masing-masing sama tinggi dan sama rendah serta mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan teritorial dan atau kepentingan lainnya.

Saya yakin benar Pulau Moyo dapat menjadi Destinasi Wisata berkualitas namun dalam saat yang sama juga berharap bahwa keyakinan saya jangan hanya pada kata, tulisan dan perencanaan saja namun hingga pada pelaksanaannya.

Maju terus Pariwisata Pulau Moyo dan  Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun