Mohon tunggu...
Ahmad Wijaya
Ahmad Wijaya Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo

Pengamat dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Influencer Tanpa Akal, Mengejar Popularitas di Media Sosial

27 Juli 2023   01:00 Diperbarui: 1 Agustus 2023   14:22 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Sejumlah remaja beraksi di depan kamera telepon seluler saat membuat video. (Foto: NOAH SEELAM/AFP via KOMPAS.ID)

Selamat datang di dunia maya yang semakin menarik, di mana para "influencer tanpa akal" merajai jagat virtual dengan kecerdasan yang lebih tajam dari ujung jarum.

Betapa memukau dan hipnotisnya mereka, seolah-olah menghipnosis massa dengan kedangkalan dan kebodohan yang tak tertandingi. Tak peduli seberapa dangkal akal mereka, popularitas yang mereka buru di media sosial menjadi ukuran utama kehadiran kecerdasan di era modern ini. 

Mari kita sambut dengan tangan terbuka, peradaban baru yang menonjolkan popularitas daripada akal sehat, di mana nilai dan substansi berjatuhan menghadap pemujaan kepada sosok-sosok yang tak lebih dari bintang gemerlap di dunia maya.

Sebagai penonton di balik layar, kita menjadi saksi dari berbagai konten menarik yang mereka sajikan. 

Namun, tak jarang kita harus bertanya-tanya, apakah kita benar-benar menyaksikan karya seni yang luar biasa atau hanya pameran kemunafikan yang berlomba-lomba mencuri perhatian?


Mari kita selami lebih dalam dunia para influencer tanpa akal ini, dunia yang dirancang untuk mencuri perhatian dengan kebohongan yang dililiti kelicikan.

Ketika membuka aplikasi media sosial, Anda pasti akan dikejutkan dengan berbagai konten yang menarik. 

Beragam postingan foto diri dengan ekspresi wajah yang beragam, dengan berbagai angle yang berusaha menghidupkan kembali wajah-wajah ikonik dari masa lampau. 

Namun, sejenak, mari renungkan, apakah mereka benar-benar memahami konsep seni fotografi, atau hanya bersenang-senang mengenakan topeng kepalsuan demi mencuri hati para pengikutnya? 

Bagi mereka, fotografi tak lebih dari alat untuk mencapai puncak kepopuleran, tanpa memperdulikan makna dan keindahan di balik setiap bidikan.

Di dunia influencer tanpa akal, perhatian adalah kebutuhan pokok. Mereka akan berusaha mencuri perhatian dengan berbagai trik, seakan-akan sedang tampil di atas panggung megah, padahal tak lebih dari bintang kilauan palsu yang berusaha menarik pandangan. 

Mengenakan pakaian yang mencolok dan aksesori mewah, seolah-olah keberadaan mereka tak ada artinya jika tak dihiasi dengan gemerlapan dunia maya. 

Bagi mereka, segala cara untuk menarik perhatian di media sosial adalah sah-sah saja, dan tak ada batasan etika atau moral yang menghalangi mereka.

Dan ketika bicara tentang isi konten, dunia influencer tanpa akal tampaknya diisi dengan konten yang sama sekali tak bermakna. 

Apakah berpose sepanjang hari, mencoba berbagai trik rias wajah, atau bahkan sekadar meniru berbagai tantangan viral yang mengemuka di platform tersebut. 

Seakan-akan, tak ada batasan untuk mencapai ketenaran, selama mendatangkan like dan komentar yang memuaskan, mereka bahagia. 

Tak peduli apakah konten tersebut bernilai edukatif atau hanya menghibur sebentar, asalkan mendatangkan angka statistik yang menggoda.

Namun, perlu diakui bahwa daya tarik dari para influencer tanpa akal ini memang memikat banyak orang. Mereka adalah ilusi popularitas yang terpampang megah, di mana akal dan substansi tak lagi menjadi ukuran. 

Orang-orang terlena dengan gaya hidup glamor yang ditampilkan, dan tanpa sadar, mereka terjebak dalam jebakan dunia maya yang tak berujung. Seakan-akan dunia nyata telah tersingkirkan oleh kehidupan maya yang semu.

Terkadang, kita juga dihibur oleh perseteruan antar-influencer tanpa akal yang meledak-ledak seperti petir di jagad maya. 

Mereka bersaing mengungguli satu sama lain demi mendapatkan popularitas, seakan-akan popularitas adalah suatu komoditas yang bisa dibeli dengan harga murah. 

Tidak ada batasan dalam perburuan popularitas ini, karena satu kesalahan sedikit saja bisa menyebabkan bintang-bintang semu ini jatuh dari puncak ketenaran, dan terlupakan dalam sekejap.

Sebagai masyarakat yang bijak, kita harus mulai menyadari bahwa popularitas palsu di media sosial hanyalah kilatan singkat yang akan cepat memudar. 

Kita harus lebih berpikir kritis dalam memilih konten yang bermanfaat dan mengedukasi, daripada sekadar mengikuti arus tanpa henti menuju dunia kebodohan yang semu. 

Mari berdamai dengan akal sehat dan substansi, karena hanya itulah yang akan selalu bernilai abadi, tidak seperti popularitas yang hanya berlalu seiring waktu.

Inilah dunia influencer tanpa akal, di mana popularitas mengalahkan akal sehat, dan substansi terhanyut oleh sensasi. 

Semoga, sebagai penonton dan pengguna media sosial, kita dapat lebih bijak dan mengutamakan kualitas daripada kuantitas dalam mengikuti konten di dunia maya yang semakin menyesatkan ini. 

Mari kita berjuang untuk meneladani para influencer yang memiliki akal sehat dan memberikan kontribusi nyata bagi keberlangsungan dunia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun