Perubahan dari Diri Sendiri: Integritas Kunci; Keteladanan atau Sekadar Retorika?
Oleh: A. Rusdiana
Semester Ganjil Tahun Akademik 2025/2026 telah berlangsung sejak 1 September hingga 19 Desember 2025. Pada tingkat S1, penulis mengajar Metode Penelitian, sementara di S2 membina mata kuliah Manajemen Sumber Daya Pendidikan dan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Di tengah aktivitas akademik ini, refleksi penting muncul: perubahan besar hanya mungkin jika dimulai dari diri sendiri, dengan integritas sebagai kuncinya. Fenomena hasil temuan Irjen pada rapat Prodi MPI S-2 (24 September 2025) menjadi cermin nyata. Temuan tersebut menegaskan pentingnya integritas: mulai dari larangan gratifikasi, bimbingan tesis yang terdokumentasi, hingga kewajiban objektivitas dalam ujian. Semua ini menunjukkan bahwa tanpa integritas personal, aturan sebaik apa pun akan kehilangan daya. Ditilik dari sisi teori, perubahan dari diri sejalan dengan Job Demand--Job Resources Theory, di mana keterlibatan kerja (work engagement) tumbuh saat tuntutan dan sumber daya dikelola dengan integritas. Wenger melalui community of practice dan Vygotsky lewat social learning theory menggarisbawahi bahwa integritas individu dapat menular, membentuk budaya kolektif. Dalam bahasa klasik, apabila suatu pekerjaan diserahkan bukan kepada ahlinya, tunggulah kehancurannya.
Namun masih ada gap: sering kali kualifikasi akademik tidak sesuai dengan mind match integritas yang berujung pada Mal praktek. Gelar akademik tinggi tidak otomatis sejalan dengan sikap jujur. Maka, tulisan ini bertujuan menegaskan lima pilar pembelajaran tentang perubahan dari diri sendiri dengan integritas sebagai fondasi. Mari kita elaborasi satu persatu:
Pertama: Integritas Melawan Gratifikasi: Pilar pertama ini adalah berani menolak gratifikasi. Hasil temuan Irjen menunjukkan masih adanya celah pemberian dari mahasiswa kepada dosen. Jika dosen tidak memulai perubahan dari dirinya, praktik ini akan terus berulang. Integritas berarti sabar, tawakal, dan tegas menjalankan aturan meski ada godaan. (ingat akhir-akhir ini Kasus di UGM).
Godaan datang bila ada Kesempatan; Ungkapan "Godaan datang bila ada kesempatan" merujuk pada peribahasa yang menyatakan bahwa godaan akan muncul atau lebih mudah terjadi ketika ada peluang atau situasi yang memungkinkannya, seperti dalam pepatah lama, "Kejahatan terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan". Ini menekankan pentingnya kewaspadaan dan kesiapan seseorang untuk mengendalikan diri ketika peluang untuk berbuat sesuatu yang tidak baik atau salah terbuka. Maka solusinya bimbingan Akademik Lakukan Dengan Kelompok jangan pernah sediri-sendiri ... Jangan Di Rumah ... Lakukan di tempat Formal -- Kelas --Masjid- Perhatikan Gambar Berikut:
Kedua: Integritas dalam Bimbingan Tesis; Bimbingan minimal delapan kali dengan catatan lengkap bukan sekadar prosedur, tetapi wujud integritas akademik. Dosen yang membimbing serius, dialogis, dan penuh kasih menunjukkan bahwa perubahan dimulai dari dirinya: disiplin waktu, konsisten memberi arahan, serta jujur menilai kemampuan mahasiswa.
Ketiga: Integritas dalam Disiplin Kehadiran; Mahasiswa yang kurang dari 70% hadir harus menerima konsekuensi. Integritas berarti berani menegakkan aturan tanpa kompromi. Bagi mahasiswa, disiplin hadir adalah bentuk perubahan dari diri: belajar menghargai waktu dan proses. Bagi dosen, konsistensi mencatat kehadiran dengan objektif juga bagian dari integritas. Bagi UIN Bandung didukung dengan Sistem Salam-LMS-Absen Manuan juga ada.
Keempat: Integritas dalam Beban Akademik; Publikasi dan penelitian sering menjadi beban berat bagi mahasiswa. Dosen yang mewajibkan publikasi berbayar lalu meminta namanya dicantumkan jelas melanggar integritas. Perubahan harus dimulai dari dosen sendiri: mendorong mahasiswa berkarya tanpa membebani finansial, serta menempatkan dirinya sebagai fasilitator, bukan penekan.