Talent Aqustion vs Rekrutmen Biasa: Prannya dalam Menyonsong Era Bonus Demografi 2030
 Oleh: Ahmad Rusdiana
Indonesia akan segera menyongsong era bonus demografi pada tahun 2030 mendatang, di mana proporsi penduduk usia produktif akan mencapai puncaknya. Era ini memberikan peluang besar bagi organisasi/perusahaan/lembaga untuk memperkuat tenaga kerjanya dengan talenta-talenta berkualitas. Dalam konteks ini, strategi Talent Acquisition (TA) menjadi semakin penting dibandingkan dengan rekrutmen biasa. TA tidak hanya berfokus pada pengisian posisi kosong, tetapi juga pada pengembangan strategi jangka panjang untuk menarik dan mempertahankan talenta terbaik. Artikel ini akan membahas perbedaan utama antara TA dan rekrutmen biasa serta manfaat TA dalam menghadapi bonus demografi. Yu Kita kupas satu persatu:
Pertama: Fokus Strategis vs Teknis Talent acquisition berbeda dengan rekrutmen biasa dalam hal pendekatannya. Rekrutmen biasa lebih bersifat teknis dan transaksional, berfokus pada pengisian posisi yang kosong secepat mungkin. Sebaliknya, TA adalah pendekatan yang lebih strategis, melibatkan perencanaan jangka panjang dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi/perusahaan/lembaga untuk menarik talenta terbaik. Proses TA melibatkan berbagai elemen, mulai dari praktisi HR hingga eksekutif, untuk memastikan bahwa strategi perekrutan selaras dengan tujuan organisasi/ perusahaan/lembaga.
Kedua: Employer Branding Employer branding adalah komponen penting dari TA yang sering diabaikan dalam rekrutmen biasa. Nama baik organisasi/perusahaan/lembaga di mata masyarakat dapat menjadi faktor penentu dalam menarik talenta potensial. Dengan employer branding yang kuat, organisasi/perusahaan/lembaga dapat lebih mudah memenangkan kompetisi dalam pencarian talenta terbaik. Employer branding tidak hanya menarik talenta, tetapi juga membantu mempertahankan mereka. Data menunjukkan bahwa 90 persen talenta mempertimbangkan untuk tetap bertahan atau mencari peluang baru dalam enam bulan pertama mereka bekerja, sementara 69 persen talenta yang mendapatkan perlakuan baik selama proses onboarding cenderung bertahan setidaknya selama tiga tahun.
Ketiga: Collaborative hiring adalah pendekatan TA yang melibatkan berbagai departemen dan bahkan eksekutif dalam proses perekrutan. Proses ini memastikan bahwa rekrutmen bukan hanya sekedar transaksi, tetapi juga sarana kolaborasi antara talenta dan organisasi/perusahaan/lembaga. Dalam collaborative hiring, berbagai pihak berkontribusi dalam proses seleksi dan evaluasi, sehingga mendapatkan penilaian yang lebih komprehensif terhadap talenta potensial. Selain itu, collaborative hiring mempermudah proses onboarding karena talenta baru sudah sekilas tahu dengan siapa mereka akan bekerja sama, menciptakan kultur kerja yang lebih dinamis.
Dalam menyongsong era bonus demografi 2030, organisasi/perusahaan/lembaga di Indonesia perlu mengadopsi pendekatan Talent Acquisition yang lebih strategis dibandingkan dengan rekrutmen biasa. Dengan fokus pada employer branding dan collaborative hiring, organisasi/perusahaan/lembaga dapat menarik dan mempertahankan talenta terbaik, meningkatkan produktivitas, dan memastikan keberlanjutan pertumbuhan jangka panjang. Strategi TA yang tepat tidak hanya membantu dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja saat ini, tetapi juga mempersiapkan organisasi/perusahaan/ lembaga untuk menghadapi tantangan masa depan.Â
Wallahu A'lam Bishowab