Mohon tunggu...
ahjab ahjab
ahjab ahjab Mohon Tunggu... -

Pekerja

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Indonesia: 'Cinta dalam Sepotong Tai'

17 Juli 2014   22:09 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:02 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya punya teman yang orang tuanya PKI, hampir seluruh bagian hidupnya penuh dengan kesulitan akibat statusnya itu. Di jaman Soeharto, hidupnya benar-benar habis. Mau bikin KTP susah; sekolah dipersulit; melamar pekerjaan ruwet; apalagi kalau dipersyaratkan harus menggunakan kartu kuning dari Dinas Tenaga Kerja. Maka keputusan terakhirnya adalah hidup mandiri dengan berjualan bakso. Tanpa pendidikan formal; tanpa kemudahan apapun jika berurusan dengan aparat layaknya orang biasa -dia bisa bertahan dan hidupnya lumayan. Tiap kali ketemu saya selalu meledeknya: 'Bakso Pemerintah Anjing.' Bukan tanpa alasan saya begitu, sebab dulu ia memang berniat memberi nama rombong baksonya seperti itu. Namun setelah dipikir, ia khawatir konsumennya salah baca, dan mereka kira itu adalah 'Bakso Daging Anjing.'
Hidup tidak pernah mudah, apalagi berurusan dengan pemerintah/aparat di kantor apapun, dan dalam urusan apapun. Mulai dari urusan kawin di kantor KUA, hingga perijinan berbagai usaha. Tanpa uang pelicin, semuanya mustahil.
Saya iseng bertanya pada sahabat saya itu: 'Dari sekian jaman, presiden mana yang paling baik?' Dia menjawab dengan santai: 'Jaman Soekarno Bapak dibunuh akibat tersangkut PKI; Jaman Soeharto hidupku dikebiri; dan saat ini harga daging sapi selangit. Pemerintah itu tai, kalau tidak sudi berurusan dengan saya, mbok ya jangan ngerepoti saya.'
Jawaban guyon sahabat saya itu menusuk jantung saya dengan tepat. Dia benar sekali. Kapan negeri ini pernah dikelola dengan benar. Orde lama tumbang berganti Orde Baru. Seluruh rakyat berharap kesejahteraan. Berharap bisa hidup secara layak sebagai manusia yang merdeka seutuhnya. Tapi ternyata yang didapat cuma kekecewaan. Orde Baru tumbang berganti Orde Reformasi. Semangat menyambut harapan baru tumbuh bersama dengan euforia. Tapi yang didapat hanya kesengsaraan yang jauh lebih besar dari masa sebelumnya: korupsi meledak dari Presiden hingga RT; harga diri bangsa habis diinjak-injak bahkan terhadap Malaysia dan Singapura saja kita menyembah-nyembah; kekayaan alam dijarah habis-habisan, kontrak Freepot diperpanjang begitu juga dengan Newmont. BUMN habis dijual karena menjamurnya korupsi dan busuknya tata-kelola.
'Kapan kamu pernah mendapat hakmu?' Begitu sindir sahabat saya itu. Betul sekali, kapan rakyat ini mendapat haknya dengan baik: Pendidikan yang murah dan berkualitas, Kesehatan terjamin, Lapangan kerja yang layak dan memadahi, Harga kebutuhan hidup yang terjangkau dan terpenuhi, dsb. Padahal rakyat ini terus ditarik pajak bukan?
'Yang kalian dapat selama ini cuma tai,' ucap sahabat saya. 'Dan entah karena kebodohan atau kebingungan, maka tai itu kalian anggap sate. Dan lebih parahnya lagi, saat ini kalian sudah tidak bisa lagi membedakan yang mana tai yang mana sate. Sungguh menyedihkan melihat kalian begitu bahaginya padahal setiap hari kalian menyantap tai yang sudah kalian anggap seporsi sate yang lezat.'

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun