Belakangan ini, saya sering berjumpa dengan para pensiunan. Ada yang merupakan teman lama yang dulu begitu akrab, kini jarang bersua. Ada pula yang baru dikenal dalam lingkar pertemanan di masa senja.
Pertemuan-pertemuan itu selalu bernuansa nostalgik. Penuh cerita masa lalu. Yang dulu berasa getir, kini berubah jadi senyum. Kisah kocak yang tetap menggelitik tawa, hingga pengalaman absurd yang membuktikan betapa hidup itu penuh kejutan.
Lucunya, ingatan manusia memang aneh. Ada yang masih jelas merekam peristiwa puluhan tahun lalu. Ada pula yang samar dan baru muncul kembali setelah dipantik oleh nama seseorang atau fragmen sebuah kejadian.
Dari perbincangan itu, tersirat betapa hidup pernah begitu berwarna, dan kini mereka ingin tetap mewarnai sisa perjalanan.
Dalam pertemuan-pertemuan itu, ada yang pantas kita renungi dari kisah di masa Rasulullah saw. Tidak sedikit sahabat yang usianya sudah senja, namun tetap aktif berkontribusi.
Kisah Abu Ayyub al-Anshari, misalnya. Kendati berusia lanjut, dia tetap ikut berangkat jihad hingga wafat di usia sekitar 80 tahun dalam ekspedisi ke Konstantinopel.
Ada pula Abu Hurairah. Di usia tuanya, dia tetap tekun meriwayatkan hadis. Hingga ilmu beliau sampai pada generasi setelahnya.
Al-Qur'an pun menyinggung soal fase kehidupan manusia, termasuk masa tua. Allah SWT berfirman:
"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan kamu setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan kamu setelah kuat itu lemah kembali dan beruban..." (QS. Ar-Rum: 54)
Ayat ini mengingatkan bahwa kelemahan di masa tua adalah sunatullah. Tetapi kelemahan fisik tidak lantas menghapus semangat untuk tetap hidup bermanfaat. Rasulullah saw juga bersabda: