Bagi saya, hidup bertetangga itu perlu memerhatikan beberapa hal:
Pertama, apa yang kita pandang baik belum tentu sama di mata tetangga lainnya.Â
Kesadaran itu perlu kita tanamkan, sehingga kita tidak gampang kaget apalagi stres menghadapi perilaku para tetangga.
Suatu ketika, saya mengusulkan untuk mengosongkan lapangan olahraga dari parkir mobil. Tujuannya agar lapangan bisa dipakai tempat bermain anak-anak. Pelaksanaan tidak mulus. Pemilik mobil tersinggung karena merasa memberi uang untuk kas RT.
Saya berupaya mencari jalan tengah. Satu per satu pemilik mobil saya ajak bicara. Mereka menyetujui dengan meminta syarat hanya 4-5 jam saja. Akhirnya clear.
Kedua, sebaik dan sebagus apa pun program yang kita lakukan, jangan pernah berharap mendengar pujian dari tetangga. Kalau ada, itu sangat jarang sekali.
Yang lebih banyak sebaliknya. Ketika ada kekurangan, mereka bakal ramai-ramai mencibir alias nyacat (istilah orang Jawa). Dianggap gak becus, gak profesional, dan sebagainya.
Ketiga, menjadi pribadi yang banyak mendengar.Â
Awalnya saya agak abai dengan nasihat itu. Namun setelah saya melakukannya, ternyata sangat bermanfaat. Saya bisa menjadi teman sekaligus dianggap keluarga oleh para tetangga.
Banyak tetangga yang sejatinya butuh diperhatikan. Butuh eksistensinya diakui. Juga ada yang butuh teman curhat. Makanya, ketika punya waktu ngobrol, saya sempatkan untuk menjadi pendengar yang baik. Saya bisa melihat kegembiraan dari binar matanya.
Keempat, bersikap bijak terhadap tetangga yang tergolong killjoy.Â