Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Karma

21 Juni 2020   22:06 Diperbarui: 21 Juni 2020   22:08 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: www.remotivi.or.id

Kendati Irfan bukan tergolong insan yang taat beribadah, tapi ia selalu berpandangan positif akan kehendak ilahi. Siapa pun orangnya, bila ia berbuat kebajikan, akan menuai benih kebaikan pula. Alquran tegas menyebutkan, Allah akan memberi kebaikan kepada siapa pun. Baik kaum Majusi, Nasrani, atau Yahudi. Sebaliknya, bila mereka menabur benci, mereka akan menuai petaka. 

"Pelacur pun kalau ia memberi secuil kebaikan kepada sesama makhluk Tuhan akan ada balasannya, kok. Itu hukum Tuhan," cetus Irfan dengan nada tinggi.

"Dan kamu, Farah, Gizka. jangan sekali-kali menginjakkan kaki ke rumahku. Biar aku urus anak ini dengan peluh keringatku sendiri, sampai aku mati," ucapan Irfan terdengar keras.

***

Siang itu, kesepian makin menjerat batin Gizka tatkala hujan tiba. Ia tak lagi mendengar suara bocah mungil yang menyejukkan mata. Tidak nampak lagi, lekuk tubuh mungil berlarian di depannya. Jatung Gizka meleduk-leduk.

Sudah tak terhitung lagi, berapa kali Gizka menatap lekat-lekat langit yang membiru. Sudah tak terhitung lagi, berapa kali ia memohon agar hujan segera menepi. "Ya Allah, terangkanlah langitMu. Berikan daku kesempatan, ya Allah melihat bocah itu."

Kegersangan jiwa terus bertahan. Tubuh Gizka serasa lunglai disapu kegetiran hidup. Matanya berasa berat manakala ia merapatkan tubuhnya di karpet merah. Tiupan angin dari bilik jendela membawanya larut dalam mimpi.

Cahaya putih tiba-tiba melintas dalam mimpinya. Gizka tersadar. Seolah ada bisikan kuat dari langit. "Bocah itu? Ya bocah itu. Aku mendengar ia menangis," Gizka makin tak tenang.

Diraihnya payung yang terselip di balik pintu. Gizka berlari sekencang-kencangnya menuju rumah pamannya. Dia acuhkan semua janji dan sumpah walau risiko caci maki akan dia terima.

Pintu rumah bercat hijau terlihat agak terbuka. Gizka makin kencang berlari. Tanpa mengucap salam, Gizka bergegas mencari bocah itu. Suara tangis bocah itu menggema dari sebuah kamar. Dengan sedikit dorongan, pintu pun menganga. Gizka menarik napas dalam-dalam. Di depan matanya di melihat sang paman tergolek di ranjang. Tubuhnya menggigil, mulutnya terus mengigau. Bocah itu dan juga Mbak Sita, istri pamannya, luruh menangis di samping ranjang kayu beralas kasur. (agus wahyudi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun