Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pulang

13 September 2019   10:50 Diperbarui: 13 September 2019   11:03 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: serikatnews.com

Fadly terdiam. Kedua tanganya lantas memeluk Ilham. Dengan suara lembut ia mengingatkan nasihat-nasihat yang pernah ia nukilkan. Terutama usai shalat berjamaah di rumahnya.

"Musibah adalah ujian, anakku. Ujian ini masih jauh lebih berat dirasakan banyak orang selain kita. Jika bersabar lah. Ujian ini  akan menjadi karunia. Yang tidak mengenakkan hari ini bisa berbuah menyenangkan di lain waktu."

Fadly melanjutkan. "Kejadian hidup ini jangan membuat kamu bersedih, anakku. Kesedihan akan membuat kita jadi pendengki. Itu sifat orang-orang putus asa, anakku," ucap Fadly.

Kejadian hari ini jangan pernah membuat dirimu jadi pendendam, anakku. Karena itu akan menggelapkan masa depanmu. Walau pun pahit, tapi telanlah. Yakinlah semuanya pasti berlalu. Menguap seperti gelembung embun pagi tatkala fajar menyapa.

"Jadilah pemaaf. Karena kelak kebaikan akan datang," suara Fadly terdengar lebih pelan.     

***

"Ayo kembali, Nak. Lelaki sejati tak pernah kehabisan akal berbuat yang terbaik. Lelaki sejati selalu berjalan dengan kepala tegak di muka bumi. Berjalan dengan mengepalkan tangan. Lelaki sejati tidak akan pernah menyerah sampai napasnya terhenti. Lelaki sejati harus mampu menaklukkan semua derita, meleyapkan awan kesedihan, dan menggantungkan cita-cita setinggi angkasa..."

Tangan Ilham mendekap rapat punggung Fadly. Disandarkannya kepala dalam dekapan ayahnya. Mereka menyisir pedestrian yang bertabur ornamen keramik mengkilat. Gedung-gedung pencakar langit, apartemen, hotel, mal, dan perkantoran seolah jadi saksi bisu menatap tapak-tapak kaki mereka.   

Dingin menyergap. Jaket kain tetoron lusuh tak cukup menahan sapuan tajam angin malam itu. Lambung yang lengket menahan lapar. Tenggorokan yang berasa kering. Berhenti berharap akan datangnya keajaiban di menit-menit akhir. Membiarkan semuanya berjalan apa adanya.

Fadly membatin. Hari ini aku memang gagal. Tapi aku harus menginsyafinya. Setidaknya ada hikmah . Aku harus berdamai dengan keadaan. Belajar menerima kenyataan. Meski itu tak mengenakkan. (agus wahyudi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun