Mohon tunggu...
Agustinus Triana
Agustinus Triana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tinggal di Lampung

Menulis agar ada jejak

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Seleksi Pimpinan KPK, dari Cacat Moral Sampai Munculnya Residivis Korupsi

6 Agustus 2019   22:00 Diperbarui: 6 Agustus 2019   22:41 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: akurat.co

Salah satu berita di televisi yang cukup menarik perhatian saat ini adalah soal seleksi calon pimpinan KPK. Menarik karena tahapan seleksi calon pimpinan KPK dinilai publik tidak hanya cacat prosedur, tapi juga cacat moral.

Penilaian ini bukan tanpa dasar, dari jumlah calon pimpinan KPK yang lolos tahapan seleksi selanjutnya, ada yang tidak melaporkaan kekayaannya alias absen menyampaikan LHKPN.

Para pegiat anti korupsi juga memprotes, lolosnya calon pimpinan KPK yang punya masalah dan pernah dilaporkan ke komite etik KPK.

Mungkin Tim Seleksi Calon Pimpinan KPK menganggap kepatuhan menyampaikan LHKPN ataupun soal etik bukanlah ukuran integritas calon punggawa anti korupsi, jadi masih bisa dikompromikan. Nah lho.

Di tengah proses seleksi calon pimpinan KPK, terjadi OTT KPK terhadap Bupati Kudus, Muhammad Tamzil. Menariknya, Muhammad Tamzil adalah seorang kepala daerah yang sudah pernah dihukum karena kasus korupsi juga. Ternyata ada juga residivis korupsi di negara kita.  

Saat menjabat Bupati Kudus periode tahun 2003-2008, Muhammad Tamzil pernah dihukum selama 22 bulan penjara dan denda 100 juta rupiah karena kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004.

Pada pilkada tahun lalu, lewat perahu PKB, Hanura dan PPP, Muhammad Tamzil kembali terpilih menjadi Bupati Kudus untuk kedua kalinya. Pada hari Jum'at, 27 Juli lalu, Muhammad Tamzil terjaring OTT KPK. Lagi-lagi diduga karena kasus korupsi.

Dalam OTT kemarin, Muhammad Tamzil disangkakan menerima uang suap dari Akhmad Sofyan, Pelaksana tugas Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kudus, sebesar 250 juta rupiah. Rupanya Ahmad Sofyan ngebet ingin statusnya segera didefinitifkan sebagai Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kudus.

Sangkaan yang dikenakan pada Muhammad Tamzil adalah Pasal 12 huruf a dan b, Pasal 11 atau pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Lalu, apa hubungan antara munculnya residivis korupsi dan proses seleksi calon pimpinan KPK yang berlangsung?

Dari kasus OTT KPK terhadap Bupati Kudus Muhammad Tamzil, paling tidak memperlihatkan 2 hal. Pertama; bahwa hukuman yang pernah dijalani oleh seorang koruptor, ternyata tidak cukup memberikan efek jera, sehingga si pelaku mau melakukan tindakan korupsi lagi.

Kedua; terpilihnya Muhammad Tamzil untuk kedua kalinya sebagai Bupati Kudus, membuktikan bahwa rekam jejak kasus korupsi belum menjadi pertimbangan masyarakat dan partai politik dalam menentukan dukungan terhadap seorang kepala daerah.

Artinya, ada kegagalan dalam menciptakan efek jera terhadap pelaku korupsi dan masih lemah upaya mengikis budaya korupsi masyarakat dan partai politik.

Maka tidak heran jika publik dan para pegiat anti korupsi berharap besar pada proses seleksi calon pimpinan KPK yang sedang berlangsung.

Proses ini diharapkan mampu menghasilkan  pimpinan KPK baru yang mampu bekerja lebih baik, terutama  mengatasi kegagalan dalam menciptakan efek jera terhadap pelaku korupsi dan mengatasi lemahnya upaya mengikis budaya korupsi masyarakat dan partai politik.

Sanksi hukum terhadap para koruptor memang telah diatur oleh Undang-undang. Diantaranya adalah sanksi berupa kurungan badan, sanksi yang dapat memiskinkan para koruptor dan sanksi berupa pencabutan hak politik, sampai dengan sanksi hukuman mati.

Masalahnya, kapasitas dan integritas pimpinan KPK yang baru nanti, akan dibuktikan dengan kemampuannya mengajukan  tuntutan dan pembuktiannya sehingga vonis hukumnya mampu menimbulkan efek jera para pelaku korupsi.

Prestasi KPK tentu tidak hanya terkait dengan seberapa banyak para koruptor dapat dijaring, tetapi juga terkait seberapa berat vonis hukum yang dijatuhkan hakim pada para koruptor tersebut sehingga para koruptor jera dan tidak bertambah lagi residivis korupsi seperti Bupati Kudus, Muhammad Tamzil.

Saat ini semakin banyak jumlah kepala daerah yang terjaring oleh KPK. Ini adalah bukti bahwa budaya korupsi masyarakat dan partai politik sangat besar pengaruhnya pada perilaku korupsi kepala daerah.

Budaya korupsi masyarakat dapat kita lihat pada kebiasaan menerapkan istilah Nomer Piro, Wani Piro alias NPWP dalam sebuah kontestasi politik. Ini adalah istilah Jawa yang artinya Nomor Berapa, Berani Berapa, dimana hanya kandidat kepala daerah yang mampu memberi uang lebih besar, yang akan dipilih oleh masyarakat.

Akibatnya para calon kepala daerah didorong untuk melakukan suap kepada konstituen agar dapat menang dalam kontestasi politik. Soal rekam jejak hanya berlaku di kalangan masyarakat rasional yang jumlahnya hanya sedikit.

Mungkin KPK perlu mengadakan penelitian bersama LIPI ataupun lembaga lainnya untuk membuktikan seberapa parah budaya NPWP dan seberapa besar pengaruhnya ikut mendorong tindakan korupsi oleh kepala daerah. Kemudian hasil penelitiannya dijadikan acuan penilaian, apakah program KPK seperti aplikasi JAGA, Festival Suara Antikorupsi (SAKSI), Anti-Corruption Film Festival (ACFFEST), Gerakan Nasional Saya Perempuan Anti Korupsi (GN SPAK), ataupun Bus Antikorupsi "Jelajah Negeri Bangun Antikorupsi", sudah efektif mengikis budaya korupsi masyarakat. Atau sebenarnya lamban dan perlu segera ada program baru yang lebih efektif dalam upaya pencegahan korupsi, utamanya yang melibatkan partisipasi masyarakat.

Budaya korupsi lain dapat juga kita lihat pada perilaku partai politik. Perilaku korupsi ini bisa dilihat dari munculnya mahar dalam sebuah kontestasi politik. Baik dalam pencalonan kepala daerah atau peningkatan jenjang karir politik seorang kader partai.

Munculnya mahar ini juga mendorong para calon kepala daerah mencari bantuan dari pihak donatur yang didominasi oleh pengusaha. Inilah yang kemudian mendorong munculnya pembagian jatah proyek APBD.

Kedepan, pimpinan KPK yang baru, perlu segera menyempurnakan program pencegahan korupsi yang bisa menyentuh  sistem rekrutmen calon kepala daerah oleh partai politik dan pencegahan korupsi yang menyentuh sistem keuangan partai politik dari jenjang pusat sampai tingkat kabupaten/kota.

Tantangan yang dihadapi KPK masih sangat besar. Tidak hanya menghadapi upaya pelemahan terhadap KPK seperi teror, namun juga dalam hal penindakan dan pencegahan korupsi di Indonesia.

Maka tidak heran, publik dan para pegiat anti korupsi bakal kecewa pada Tim Seleksi Pimpinan KPK yang ditunjuk oleh Presiden, jika tidak mampu menghasilkan orang-orang yang memiliki kapasitas dan integritas menjawab tantangan tersebut.

Jadi sudah benar logika sederhana publik, bahwa sebuah hasil sangat ditentukan oleh prosesnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun