Mohon tunggu...
Agus Tomaros
Agus Tomaros Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati Sejarah

Historia Magistra Vitae

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Pendidikan Inklusif: Refleksi Hari Jadi Disabilitas Internasional

6 Desember 2023   07:46 Diperbarui: 6 Desember 2023   08:00 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemutaran video pencapaian pendidikan Inklusif Dirjend Pendidikan Islam Kemenag RI (sumber: chanel Pendis)

Senin siang, 4 Desember 2023, penulis diberi amanah mengikuti peringatan Hari Disabilitas Internasional. Penulis sangat bersemangat menunaikan amanah ini meski melalui platform zoom meeting. Kegiatan bertajuk "Bersatu dalam aksi bersama penyandang disabilitas untuk terlibat dalam pembangunan berkelanjutan" ini secara luring diselenggarakan di Horison Grand Serpong.

Istimewanya, acara dibuka dengan persembahan home band MAN 2 Serang yang seluruh personilnya penyandang disabilitas. Mereka tampil mengharukan dengan melantunkan lagu Atouna Tufuli. Mereka seakan mengirim pesan ke Palestina bahwa dengan segala keterbatasannya, mereka tetap menunjukkan simpati kepada penderitaan saudara-saudara mereka di Palestina. Mereka juga masih tampil di akhir acara dengan menyanyikan lagu yang tidak kalah mengharukan dengan lagu di awal acara, yaitu lagu berjudul "Ibu" yang dipopulerkan oleh Azzam saat tampil di sebuah acara yang dipandu oleh Irfan Hakim di Indosiar.

Tidak sampai di situ, keistimewaan berikutnya masih berlanjut saat yang membaca Al-Quran juga penyandang disabilitas yaitu qari dari MAN 21 Jakarta Utara dan qira'ah dengan bahasa isyarat dari Pondok Pesantren Inklusi Tribakti Al-Qudwah kota Metro Lampung. Menyusul pembacaan doa yang dipimpin oleh Firmansyah, guru penyandang disabilitas dari MAN 9 Jakarta Timur.

Acara masih berlanjut dengan suasana haru saat diputarkan video hasil pencapaian pendidikan Islam inklusif Dirjend Pendis Kemenag RI yang diberi judul "Pendidikan Islam untuk Semua." Di antaranya disajikan data bahwa 2,2 juta anak Indonesia dilahirkan dan tumbuh dengan kondisi yang istimewa. Meski berkebutuhan khusus, mereka tetap memiliki keunikan dan kelebihan. Tidak kurang dari 82 ribu penyandang disabilitas belajar di lembaga pendidikan Islam.

Pendidikan Inklusif adalah Amanat Konstitusi dan Agama

Imam Bohari (Direktorat KSKK Madrasah) atas nama Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pendidikan Islam Inklusif yang memberikan laporan setelah berakhirnya pemutaran video menekankan bahwa pelayanan terhadap penyandang disabilitas bukan hanya amanat konstitusi tetapi juga amanat agama. Ia juga menekankan bahwa semua madrasah kelak akan menjadi madrasah inklusif. Ia tidak lupa mengapresiasi semua petugas acara peringatan yang melibatkan banyak penyandang disabilitas yang berkolaborasi dengan mereka yang non-difabel. Ia lalu menyampaikan bahwa ini memberi kesan mereka juga bisa berprestasi jika diberi kesempatan dan dilibatkan melakukan sesuatu sebagai subyek bukan sekedar sebagai obyek.

Imam Bohari mewakili Ketua Pokja Pendidikan Inklusif Kemenag RI (chanel Pendis)
Imam Bohari mewakili Ketua Pokja Pendidikan Inklusif Kemenag RI (chanel Pendis)

Selanjutnya, Imam Bohari mengajak kita memperbaiki cara pandang tentang penyandang disabilitas. Mereka bukan produk gagal dari Allah, mereka bukan terlahir cacat. Mereka hanya memiliki kondisi yang berbeda dengan kita, dan oleh karenanya mereka memiliki kebutuhan yang berbeda. Itulah sebabnya kita semua harus memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan mereka yang berbeda itu. Di akhir penyampaiannya, ia mengingatkan semboyan atau motto pendidikan inklusif, "Aku, Kamu, Kita, Setara."

Pendidikan Inklusif untuk Martabat Kemanusiaan

Tampil berbicara kedua, Dirjend Pendidikan Islam, H. Ali Ramdani memulai sambutannya dengan mengingatkan kembali bahwa pendidikan adalah sebuah usaha memanusiakan manusia atau proses untuk memartabatkan manusia. Pendidikan adalah untuk memuliakan manusia sehingga seluruh manusia memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan. Ia juga mengingatkan filosofi pendidikan inklusif adalah memberikan ruang kelas sebagaimana ruang kemasyarakatan. Bahwa ruang kelas harus diisi sebagaimana orang-orang di ruang kemasyarakatan yang penuh dengan perbedaan dan fluralitas. Ia lalu mengingatkan bahwa hanya dengan pendidikan tanpa diskriminasi, pendidikan yang setara maka bangsa ini akan melaju menuju sebuah negara dengan masyarakat yang bermartabat. Sebagaimana Ketua Pokja, di akhir sambutannya, Dirjend Pendis juga mengucapkan semboyan atau motto pendidikan inklusif, "Aku, Kamu, Kita, Setara."

Dirjend Pendidikan Islam, H. Ali Ramdani (sumber: chanel Pendis).
Dirjend Pendidikan Islam, H. Ali Ramdani (sumber: chanel Pendis).

Pendidikan Inklusif dan Kolaborasi Menciptakan Ekosistemnya

Tampil berbicara ketiga adalah Penasehat Darma Wanita Kementerian Agama RI sekaligus Bunda Inklusif, Hj. Eny Retno Yaqut yang didaulat menjadi Keynote Spech. Di awal paparannya, Bunda Inklusif menjelaskan sejarah Hari Disabilitas Internasional yang pertama kali dicetuskan pada tahun 1992 oleh resolusi Majelis Umum PBB. Tujuannya meningkatkan kesadaran akan masalah yang dihadapi penyandang disabilitas dalam setiap aspek kehidupan, baik politik, sosial, ekonomi, maupun budaya. Di Indonesia sendiri komitmen ini tertuang dalam UU No. 8/2016 tentang penyandang disabilitas. Di sana ada 24 hak penyandang disabilitas yang diatur dalam regulasi ini, di mana UU ini berikut berbagai peraturan turunannya disusun berdasarkan perspektif HAM, bukan berdasarkan belas kasihan.

Hal ini menunjukkan bahwa kita semua berada bersama semua penyandang disabilitas untuk mengarungi kehidupan yang lebih baik. Dalam kaitannya dengan perolehan hak pendidikan, Bunda Inklusif mengingatkan kembali penyampaian Dirjend Pendis bahwa pendidikan adalah untuk meningkatkan martabat manusia untuk memanusiakan manusia. Salah satu upaya regulasi Kementerian Agama adalah melalui PP No. 13/2020 yang mengamanatkan untuk memberikan akomodasi yang layak bagi pendidikan peserta didik disabilitas.

Bunda Inklusif tidak lupa mengingatkan bahwa pemberian akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas yang bertalenta khusus ini bukan semata keharusan dari konstitusi negara sebagaimana yang sudah disebutkan, tetapi juga kewajiban keagamaan dan kemanusiaan, sebab agama sangat memuliakan manusia apapun kondisinya. Ia juga mengingatkan bahwa sesuai dengan prinsip Substanabel Development Goals maka dalam pendidikan inklusif harus dipastikan tidak ada satu orang pun yang tertinggal (no one leave behind). Dalam buku "Menuju Indonesia Inklusif" prinsip ini menuntut dua hal: pertama, keadilan prosedural di mana seluruh pihak terutama yang selama ini tertinggal dapat terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan, dan kedua adalah keadilan substansial yang berarti kebijakan dan program pembangunan dapat menjawab persoalan wadah terutama kelompok tertinggal.

Bunda Inklusif, Hj. Retno Eny Yaqut (sumber: chanel Pendis).
Bunda Inklusif, Hj. Retno Eny Yaqut (sumber: chanel Pendis).

Bunda Inklusif lalu memaparkan bahwa melalui pendidikan inklusif kebutuhan disabilitas lebih terpenuhi, ramah anak, perpektif kesetaraan gender, jauh dari kekerasan, dan memberikan kenyamanan kepada siapa saja, sebab dalam pendidikan inklusif semua diterima, semua dihargai, semua dihormati, dan semua diberi kesempatan yang sama. Mereka bisa berkontribusi dan berprestasi jika mereka diberi kesempatan yang sama, dan untuk mewujudkan ini semua segala upaya telah dilakukan oleh Kementerian Agama, misalnya dengan pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Pendidikan Islam Inklusif.

Akhirnya, Bunda Inklusif menitipkan tiga hal strategis yang perlu dilakukan untuk berkolaborasi mewujudkan pendidikan inklusif. Pertama, deteksi dini penyandang disabilitas berdasarkan jenis, ragam dan karakteristiknya. Kedua, memberikan perlakuan yang tepat kepada para penyandang disabilitas berdasarkan deteksi dini yang akurat. Secara manajerial, di antaranya harus menyediakan ruang kelas yang hangat, ramah, nyaman, menerima keragaman dan menghargai perbedaan. Berikutnya harus siap mengelola kelas yang heterogen dan para gurunya juga dituntut melaksanakan pembelajaran yang interaktif.

Selanjutnya disyaratkan melibatkan peran orang tua murid secara bermakna, karena kita tidak boleh melepaskan diri dari peran orang tua. Selanjutnya yang ketiga memberikan dukungan yang kuat, baik di keluarga, kelas belajar maupun kebijakan-kebijakan. Jadi semuanya harus sejalan untuk mendukung pelayanan bagi anak-anak didik penyandang disabilitas, sehingga kolaborasi semua pihak menjadi penting untuk menggerakkan pendidikan inklusif sehingga terbentuk ekosistem pendidikan inklusif yang ramah anak dan antikekerasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun