Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Pekerjaan, Pernikahan, Budaya, dan Puntadewa

6 Juli 2019   21:41 Diperbarui: 6 Juli 2019   22:24 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang lainnya sering bersama saya untuk mendampingi saya di lokasi, baik untuk pengaturan bahan maupun ketika mendadak saya "utus" dia ke toko bahan bangunan karena saya sedang tidak bisa meninggalkan lokasi. Seorang lainnya lagi terlibat sewaktu-waktu (darurat) jika kedua rekan berhalangan.

Setiap hari, khususnya ketika malam, saya pun mengirimkan laporan, baik laporan pekerjaan berupa foto maupun laporan pengeluaran, ke sebuah grup di WA yang beranggotakan enam orang, termasuk pemilik rumah sekaligus pemberi pekerjaan.

Foto-foto itu meliputi suasana ketika pagi, kondisi bahan di lokasi, tukang sedang melakukan suatu pekerjaan, dan saya tutup dengan foto situasi ketika tukang dan anak buahnya sudah bubar. Artinya, semua harus terpantau, dan diketahui oleh semua anggota grup.

Sedangkan laporan pengeluaran berupa penggunaan anggaran sekaligus sisa (saldo) anggaran. Kalau anggaran sudah menipis, saya harus segera mengajukan permintaan dana segar. Berapa pun dana yang saya ajukan, penerimaan sampai dengan penggunaannya bisa diketahui oleh semua anggota grup.

Yang tidak kalah pentingnya adalah berurusan dengan tukang. Dari proses negosiasi, solusi tertentu, sampai dengan pembayaran honor pekerja, merupakan tanggung jawab saya. Baru kali ini pula saya bekerja sama dengan tim tukang itu, dimana keberadaan kepala tukang berasal dari rekomendasi rekan lainnya.

Dengan kondisi pendengaran yang kurang oprimal (karena sebuah kecelakaan kerja di masa lalu), bahkan "kasus usang" yang berkaitan dengan dua rekan saya dalam pembangunan rumah masa lalu, tentu saja, tanggung jawab saya ekstra serius.

Kepala tukang dan anak buahnya adalah orang NTT. Satu kali kepala tukang tidak bisa melakukan pekerjaan karena keponakannya menikah. Satu kali pula karena seorang saudaranya meninggal dunia. Ada juga anak buahnya tidak bekerja karena neneknya meninggal dunia.

Yang paling jelas adalah pembayaran honor tukang saban Sabtu sore. Saya dan tukang telah bersepakat bahwa pembayaran sesuai dengan volume pekerjaan. Besar-kecilnya tergantung hasil yang mereka kerjakan.  

Saya pun tidak mau turut mengalami "kasus usang" seperti dua rekan saya. Kasus itu berupa hasil pekerjaan yang melenceng, dan pekerjaan belum selesai tetapi semua honor sudah dibawa "kabur" oleh kepala tukang itu. Salah seorang rekan yang mengalaminya adalah rekan yang mengundang saya dalam pernikahan adiknya.

Belum Pernah Mengunjungi Soe

Meski lima kali berada di NTT, saya belum pernah mengunjungi Soe, meskipun saya pernah mengunjungi Sumba, dan Sabu. Padahal jarak ibukota NTT dan ibukota Kab. Timor Tengah Selatan (TTS) itu sekitar 109 km. Perkiraan waktu tempuhnya sekitar 2 jam lebih sekian menit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun