Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tulisan adalah Siapa

26 Maret 2019   19:27 Diperbarui: 26 Maret 2019   19:46 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Menulis merupakan upaya menampilkan jiwa seseorang dalam situasi tertentu, dan/atau terhadap suatu keadaan. Mungkin semacam "aku menulis maka aku ada" dari turunan "aku berpikir maka aku ada" (Cogito Ergo Sum) milik Filsuf Rene Descrates.

Jiwa di sini, maksud saya, adalah gabungan pikiran, perasaan, dan nurani. Sebuah tulisan yang utuh merupakan gabungan ketiga hal tersebut. Mirip permainan puzzle, ya?

Dari ketiganya, nurani menjadi pengambil keputusan yang paling utama. Ada kalanya situasi sedang menekan perasaan seseorang lantas muncullah tulisan yang penuh perasaan (emosional). Ada kalanya situasi sedang mendesak pikirannya lantas muncullah tulisan yang penuh khayalan.

Keduanya bisa terjadi dalam satu situasi, dan teraktualisasikan melalui sebuah tulisan. Lantas, apakah itu salah?

Salah atau tidak, mau-tidak mau nurani harus tegak untuk memutuskan, apakah tulisan dihapus, dibenahi, ditambahi, atau langsung dipublikasi. Ketika nurani gagal menjadi penentu akhir sebuah tulisan, sedikit kesalahan bisa berdampak sebagai sebuah masalah, baik baru maupun masalah berikutnya.

Bukan hal yang langka ketika muncul sebuah anjuran, "Menulislah dengan hati." Hati yang dimaksud, menurut saya, adalah nurani (hati nurani). Tak ayal muncul anjuran selanjutnya, "Menulislah dengan berhati-hati."

Daya jelajah dan jangkau nurani selalu lebih dalam dan jauh daripada pikiran, apalagi perasaan yang sering hanya situasional. Dalam nurani, setiap pemilihan kata, perangkaian menjadi kalimat hingga rangkaian demi rangkaian menjadi tulisan akan terolah dan terkelola dengan baik.

Baik di sini, maksud saya, adalah tulisan yang berdampak positif pada jiwa pembaca, khususnya pembaca yang juga mendayakan nuraninya ketika diperhadapkan dengan sebuah tulisan. Paling tidak, nurani yang paling penting untuk memutuskan, layak-tidaknya sebuah tulisan dipublikasikan.

Bukan hal yang langka pula, ketika tulisan terpublikasikan, kemudian si penulis merasa bersalah sendiri. Apa boleh buat, tulisan telanjur dipublikasikannya. Namun tidaklah demikian dengan pembaca, bahkan pembaca memujinya sebagai penulis yang mewakili pembaca atau penulis yang jujur-apa adanya.

Menurut saya yang bukan penulis, seorang penulis harus mampu mengolah dan mengelola ketiga hal dalam dirinya, selain hal-hal teknis seputar tulis-menulis. Sementara situasi di sekitarnya, dan keadaan yang sedang dihadapinya hanyalah sebuah ujian tersendiri bagi ketiga hal dalam dirinya.

Pengalaman membaca pun merupakan bagian yang penting dalam pelatihan kerja sama antara pikiran, perasaan, dan nurani untuk mengolah dan mengelola diri sebelum tercipta sebuah tulisan yang utuh. Pengalaman itu termasuk upaya melatih keterpaduan ketiganya, dan melatih pemahaman pikiran-perasaan terhadap kapasitas utama (otoritas) pada nuraninya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun