Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Duel yang Tidak Sebanding

20 Februari 2019   00:53 Diperbarui: 20 Februari 2019   03:13 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ketidaksebandingan tersebut, sepakat atau tidak, sangat dipengaruhi oleh latar intelektualitas dan mentalitas kedua capres. Kapasitas semacam itulah yang sebenarnya menjadi pertaruhan paling mendebarkan ketika maju dalam arena debat.

Capres 01 dibentuk dalam keluarga berkelas menengah-bawah, bahkan tempat tinggalnya dulu pernah digusur sebanyak tiga kali. Bagaimana kemudian penggemar sate kere itu harus melakoni pendidikan dasar hingga lulus pendidikan tinggi (Universitas Gajah Mada) dalam "kontrol" rezim represif ORBA, tentunya, tidaklah seasyik kawan-kawannya yang berekonomi menengah-atas.

Selama masih duduk di bangku pendidikan tinggi, Caprs 01 pasti mengalami iklim intelektual yang biasa dengan diskusi, dialog, dan debat. Misalnya ketika mengerjakan tugas intrakurikuler (kuliah), baik dalam kelompok tugas maupun berhadapan dengan dosen. Belum lagi keaktifannya dalam kegiatan ekstrakurikuler, yaitu Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam) Silvagama.

Engkel-engkelan (berbantah-bantahan) merupakan situasi yang lazim, baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Tidak ada hubungan hierarkis yang sangat mengikat selain data, referensi, dan segala yang berkaitan dengan keilmuan.

Sebelum wisuda, tentunya, bagaimana harus menghadapi sidang tugas akhir dengan, paling tidak, tiga penguji. Engkel-engkelan sangat mungkin terjadi tetapi parameter ilmiahnya jelas-terukur sebagaimana biasanya sebuah tradisi intelektual-akademik.

Sementara jenjang karier politik jagoan 01 dirintis ketika menjadi Walikota Surakarta pada 2005, dan sebatas kader partai. Dengan keterlibatan aktif sebagai kepala daerah, mau-tidak mau, jagoan 01 harus berhadapan dengan rakyat Surakarta, selain atasan (gubernur) dan wakil rakyat. Dan, dengan terpilih dua kali sebagai walikota, bisa dikatakan pula, jagoan 01 memang memiliki mentelitas-intelektualitas yang mumpuni.

Latar pembentukan intelektualitas-mentalitas jagoan 01, jelas, bertolak belakang dengan jagoan 02. Capres 02 dibentuk dalam situasi perekonomian keluarga yang mapan. Masa kecil putera ekonom Soemitro Djojohadikoesoemo ini saja lebih banyak berada di luar negeri, misalnya Malaysia, Swiss, dan London. Setelah kejatuhan Soekarno (1966), barulah Capres 02 masuk ke Akademi Militer Nasional di Magelang, Jateng.

Apakah iklim intelektual atau tradisi intelektual-akademik di Akmil sama dengan di perguruan tinggi umum? Bolehkah beradu argumentasi atau engkel-engkelan antara "junior" dan "senior" ketika menempuh pendidikan militer?

Selanjutnya, menikah dengan puteri penguasa ORBA pada 1983, pembentukan intelektualitas-mentalitas, karier militer sebagai letnan jenderal, karier politik sebagai ketua partai dan seterusnya jelas berbeda dengan jagoan/capres 02.

Oleh sebab itu, perbedaan intelektualitas-mentalitas yang kontras di antara keduanya terlihat secara gamblang pada duel, eh, Debat II lalu, bahkan debat-debat sebelumnya. Pada debat ke-2 justru paling tegas, dimana keduanya benar-benar berhadapan tanpa ada pendamping (cawapres), apalagi "tukang pijat dadakan".

Berkaitan dengan politik, Capres 01 hanyalah kader partai tetapi Capres 02 ketua partai; Capres 01 pernah menangani daerah sebagai kepala daerah bahkan kepala negara tetapi Capres 02 tidak pernah menangani suatu daerah sebagai kepala daerah apalagi negara; Capres 01 siap meladeni debat tetapi Capres 02 malah "berhenti" beberapa kali alias tidak siap meladeni atau memanfaatkan kesempatan demi kesempatan.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun