Kalau sekadar poster berisi penampilan fisik serta slogan, apakah sebagian dari 1.000 calon pemilih bukannya justru memilih tokoh hoaks?
Dan, kalau memilih tokoh hoaks lantas si tokoh terpilih dan bekerja tidak sesuai dengan slogannya yang gombal itu, pantaskah para pemilihnya kecewa, menyesal, atau malah pura-pura tidak pernah memilih?
Akan tetapi, ya, begitulah kehidupan berpesta demokrasi di Indonesia selama bertahun-tahun. Jangankan seorang oknum caleg berkoar-koar penuh hoaks, lha wong cukup dengan selembar poster di area publik saja sudah termasuk "tokoh hoaks". Ya, begitulah realitas dan dinamika pesta demokrasi, dimana sebagian tokoh hoaks begitu bebas mengumbar slogan gombal dengan penampilan yang sepadan.
Dengan bermunculannya poster semacam itu di area publik, tidaklah berlebihan jika pesta demokrasi selama ini merupakan  kebebasan menyebarkan "hoaks untuk rakyat". Apa boleh buat, lha wong namanya juga "pesta", tidak sedikit peserta yang "mabuk" sehingga benar-benar tidak mampu mempertimbangkan untuk memilih antara wakilnya yang tepat dan tokoh hoaks.
*******
Balikpapan, 12 Januari 2019