Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konsistenitas dalam Titik Terendah dari Sebuah Keterbatasan

30 Oktober 2018   15:18 Diperbarui: 1 November 2018   18:43 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin tidak menyenangkan ketika sebagian orang muda di Kupang sedang menggebu-gebu untuk menulis di Kompasiana, dan mendapat uang seperti Tilaria dan Arnold. Perbincangan terkait dengan tulisan di Kompasiana pun tidak jauh dari harapan "mendapat uang", apalagi sejak akhir September 2018 sebagian dari mereka membaca beberapa artikel saya berstempel "Artikel Utama" (Headline). Aduhai!

Terus terang, saya seakan kehabisan kata untuk menanggapi mereka. Kalau saya tidak mendapat uang dari Kompasiana pada saat sebagian artikel  saya berstempel "Artikel Utama", apakah bisa berpengaruh negatif terhadap semangat mereka menulis di Kompasiana, ya?

Sangat tidak menyenangkan jika sikap saya tidak peduli pada kaitan artikel-uang. Tetapi kalau saya harus menjilat ludah saya sendiri pada saat saya tidak memiliki gaji tetap, tunjangan, apalagi pensiun, laki-laki macam apa saya ini?

Saya sangat bisa untuk tidak repot memikirkan apa tanggapan Kompasiana, rekan Kompasianer, dan orang-orang muda Kupang yang sedang giat menulis di Kompasiana. Toh, saya memiliki prinsip hidup bikinan saya sendiri. Toh, sejak pertama saya belajar tulis-menulis pun bukan karena "ingin mendapat uang". Lantas?

Kabar dari Kompasiana pada catatan (notification), 30/10, mengenai donasi melalui program K-rewards itu, saya pikir, bisa menjadi alasan terbaik untuk mengalihkan rasa tidak menyenangkan dalam diri saya. Paling tidak, ya, bisa menangkis pertanyaan bertubi-tubi seputar menulis dan mendapat uang dari tulisan di Kompasiana.

Apakah saya perlu repot lagi dengan menanggapi catatan Kompasiana itu?

Seperti tanggapan saya dulu (5/4), "Mungkin bukan rezeki yang patut diterima. Berikan saja ke panti asuhan", saya anggap bisa menjadi tanggapannya. Dan, tulisan ini merupakan penegasan saya.

Saya hanya sedang belajar konsisten, dan menikmati kemiskinan materi saya dengan segala puji-syukur. Saya pun teringat pada sedekah seorang janda tua nan miskin pula, yang "memberi dengan kekurangannya".

Bukankah kalau hari ini atau besok pagi saya mati, toh, saya tidak akan membawa uang ke langit?

Nah, silakan saja kepada Kompasiana untuk menindaklanjutinya. Semoga donasi saya memang benar-benar bisa menyenangkan orang lain.

*******

 Kupang, 30 Oktober 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun