Mengapa 'Cepat Selesai' Bukan Satu-satunya Ukuran Keberhasilan?
Dalam derasnya arus kehidupan, manusia sering terjebak dalam ilusi bahwa keberhasilan selalu berpacu dengan waktu. Pendidikan, pekerjaan, bahkan panggilan hidup dipandang sebagai lintasan perlombaan---siapa yang lebih cepat menyelesaikan, dialah yang lebih unggul. Di banyak tempat, standar ini menjadi ukuran utama: lulus tepat waktu, meraih jabatan secepat mungkin, atau mencapai target tanpa menoleh ke belakang. Namun, apakah keberhasilan sejati selalu terletak dalam kecepatan?
Di Seminari, perjalanan panggilan tidak berjalan seperti garis lurus yang pasti. Ada yang melangkah cepat, ada yang tertahan, dan ada pula yang harus menempuh jalan berliku yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Keterlambatan, yang sering dipandang sebagai kegagalan, bisa jadi bukan kebetulan, melainkan cara Tuhan menempa, menguji, dan menyempurnakan. Ia memanggil bukan hanya mereka yang segera siap, tetapi juga mereka yang, dengan perjalanan panjangnya, justru menemukan kedalaman panggilan yang lebih murni.
Refleksi ini akan menelusuri bagaimana waktu yang lebih panjang dalam pendidikan Seminari bukanlah beban yang harus disesali, melainkan anugerah yang patut diterima. Setiap detik yang terasa tertunda bisa jadi adalah tangan Ilahi yang dengan sabar membentuk, menguatkan, dan mempersiapkan seseorang untuk menjadi alat-Nya yang lebih sempurna.
Bebebrapa nilai dari proses yang panjang dalam pendidikan dan panggilan, antara lain pendidikan di Seminari adalah perjalanan, bukan perlombaan; keterlambatan sebagai momen pemurnian dan pembentukan; mengubah perspektif: melihat maktu sebagai bagian dari rencana Ilahi.
Pendidikan di Seminari adalah Perjalanan, Bukan Perlombaan
Di jalan panggilan, tidak ada langkah yang benar-benar terlambat, sebab Tuhan membentuk setiap hati sesuai dengan waktu-Nya. Ada seminaris yang segera menemukan arah dan melangkah mantap sejak awal, sementara yang lain harus menempuh jalan berliku, melalui pergumulan dan keraguan sebelum akhirnya sampai pada kepastian. Namun, apakah mereka yang lebih cepat sampai dapat dikatakan lebih siap? Ataukah justru mereka yang berjalan lebih lama telah mengenali diri mereka dengan lebih dalam?
Keberhasilan dalam panggilan bukanlah tentang siapa yang tiba lebih dahulu di garis akhir, melainkan siapa yang tiba dengan hati yang utuh dan kesadaran penuh akan panggilannya. Tidak semua benih bertumbuh dengan kecepatan yang sama, tetapi masing-masing, dalam waktunya sendiri, akan bermekaran sesuai dengan rencana Sang Penanam. Pendidikan di Seminari adalah perjalanan membangun kedewasaan, bukan sekadar mencapai garis akhir secepat mungkin.
Maka, keterlambatan bukanlah tanda kelemahan, melainkan ruang yang Tuhan berikan untuk memurnikan panggilan. Di setiap langkah yang terasa tertunda, ada kesempatan untuk bertanya lebih dalam, mengendapkan makna, dan meluruskan arah. Sebab, yang terpenting bukanlah seberapa cepat seseorang menyelesaikan perjalanan, melainkan seberapa dalam ia memahami panggilannya saat tiba pada tujuan.
Keterlambatan sebagai Momen Pemurnian dan Pembentukan