Indonesia adalah negara yang sangat rawan terhadap bencana tsunami karena terletak erletak di pertemuan tiga lempeng tektonik aktif. Menurut catatan dalam dokumen InaTEWS, lebih dari 170 kejadian tsunami telah tercatat di wilayah Indonesia sejak tahun 1600an (BMKG & BNPB, 2008). Â Tsunami besar seperti yang terjadi di Aceh (2004), Palu (2018), dan Selat Sunda (2018) menjadi pengingat keras betapa bahayanya bencana ini. Satu hal yang sering luput dari perhatian: tsunami bisa datang hanya dalam waktu 20--30 menit setelah gempa bumi. Artinya, setiap menit sangat berarti.
Grand Design InaTEWS: Sistem Terpadu dari Laut ke Darat
Grand design InaTEWS menggambarkan keseluruhan sistem peringatan dini tsunami Indonesia, yang bekerja secara real-time, otomatis, dan lintas lembaga. Sistem ini dirancang untuk merespons tsunami yang bersumber dari gempa bumi bawah laut, yang bisa tiba sangat cepat khususnya di zona pesisir Indonesia.
 1. Tahap Deteksi di Laut Dalam
Semuanya dimulai jauh di dasar laut. Di wilayah rawan tsunami, seperti Samudra Hindia atau perairan Sulawesi, dipasang perangkat canggih seperti:
Pressure Sensor Laut Dalam (Bottom Pressure Recorder): Mendeteksi perubahan tekanan air laut akibat pergerakan dasar laut.
DART Buoy (Deep-ocean Assessment and Reporting of Tsunami): Memverifikasi adanya gelombang tsunami. Jika tekanan laut berubah drastis, buoy akan mengirim sinyal melalui satelit ke stasiun pemantauan darat.
Ini adalah lini pertahanan pertama. Jika terjadi gempa besar dan tekanan laut menunjukkan anomali, sistem langsung waspada.
2. Pemantauan Darat: Seismograf dan Tide Gauge
Sementara itu, di daratan dan sepanjang wilayah pesisir Indonesia, ratusan seismograf yang dioperasikan oleh BMKG bekerja tanpa henti untuk mencatat aktivitas gempa bumi secara real-time. Ketika gempa terjadi, sistem ini secara otomatis menghitung sejumlah parameter penting, seperti magnitudo gempa, lokasi episenter, kedalaman pusat gempa, serta mekanisme sumbernya---apakah merupakan sesar naik, sesar mendatar, atau jenis lainnya yang memiliki potensi memicu tsunami. Informasi ini sangat krusial dalam menentukan apakah gempa tersebut berpotensi menyebabkan pergerakan air laut yang besar. Sebagai pelengkap, dipasang pula perangkat tide gauge di pelabuhan dan titik-titik pantai strategis yang berfungsi untuk merekam perubahan permukaan laut secara langsung. Jika terjadi kenaikan tinggi air secara mendadak setelah gempa, maka data dari tide gauge ini bisa menjadi konfirmasi awal bahwa tsunami memang telah terbentuk dan sedang bergerak menuju daratan. Kombinasi antara data seismik dan pengamatan muka laut inilah yang menjadi dasar kuat bagi BMKG untuk menetapkan status peringatan dini tsunami.