Fun fact-nya, nilai sebagian anak tetap buruk sebab tidak belajar dengan orang tua sesuai pesan Bu Guru. Penyebabnya ada dua. Pertama, si anak lupa ngomong ke orang tua. Kedua, orang tua lalai tidak mengajari.
Begitulah faktanya. Pendidikan bermutu sungguh tidak akan tercapai tanpa adanya kolaborasi antara orang tua/wali dengan guru.
*
Ngomong-ngomong, perasaan gamang atas pilihan saya dalam memilihkan SD untuk anak perlahan menghilang. Yakni ketika saya mengikuti sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI di Yogyakarta.
Dari seminar yang bertajuk Aspirasi Pendidikan Bermutu untuk Semua itulah saya paham bahwa apa yang saya lakukan tidak salah. Saya tidak perlu menyesali keputusan untuk memilih SDN yang dianggap masyarakat biasa-biasa saja mutunya, tetapi justru cocok sebagai tempat belajar untuk anak saya.
Dari seminar tersebut saya pun menjadi paham bahwa pendidikan bermutu tidak terbatas pada perkara siapa yang paling bagus nilainya. Atau, siapa yang paling prestise sekolahnya.
Sekolah yang keren, guru yang hebat, dan siswa yang pintar memang merupakan indikasi dari pendidikan bermutu. Namun, definisi pendidikan bermutu tidaklah sesimpel itu. Â
Pendidikan bermutu pun lebih merujuk pada seberapa optimal seorang anak (siswa) berkembang menjadi seorang pembelajar. Yang di masa depannya mampu hidup mandiri dengan hasil belajarnya itu.
Jadi, mari selalu dukung anak untuk meraih pendidikan bermutu sesuai kapasitas dan keunikannya. Jangan sampai sebagai orang tua, kita tanpa sadar malah menghambat perkembangan intelektual dan kepribadian anak.
Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI