Percayalah. Membaca buku di kereta itu sesuatu yang keren. Sebentuk perilaku berkelas. Kalau tidak keren dan tidak berkelas, mana mungkin teman saya yang sesungguhnya tidak suka membaca, sampai berakting membaca buku saat kami nyepur?
Tidak tanggung-tanggung. Buku yang dijadikan properti beraktingnya pun bukan buku sembarangan. Dia "memperalat" sebuah buku bacaan yang bertema berat. Yang dipinjamnya dari seorang teman kami yang lain lagi.
Saya garis bawahi, ya. Berakting. Iya, betul. Teman saya itu berakting. Tidak berpose dan meminta dipotret/divideokan pakai HP-nya atau HP teman-temannya. Dia sengaja berakting membaca demi memancing tanggapan publik. Yang dalam hal ini, para penumpang KRL lainnya.
Jadi sepanjang perjalanan di atas KRL dari Solo ke Jogja, dia pura-pura membaca. Tujuannya memang caper ke para penumpang. Harapannya, ada gadis pintar dan cantik yang tertarik dan minta berkenalan, kemudian tukaran nomor kontak WA. Harapan lainnya, ada penumpang yang diam-diam memotret dan memviralkan aktingnya membaca buku.
Sungguh terlalu kalau dipikir-pikir. Bisa-bisanya memperalat sebuah buku untuk sesuatu yang nganu begitu. Kok ya ide gokil nan cerdas itu sempat-sempatnya berkelebat di benaknya? Entah terinspirasi oleh siapa dia itu.
Apakah kedua harapannya terpenuhi? Ternyata terpenuhi satu, yaitu ada penumpang yang memotretnya. Hal ini diketahui saat foto teman tersebut diunggah si pemotret di medsos dan menjadi #fyp alias viral. Tentu dengan takarir yang berisi pujian; bahwa jarang ada anak muda pilih baca buku bertema berat di transportasi umum semacam kereta api.
Sontak banyak warganet melontarkan pujian ke si teman yang berakting membaca buku. Sementara dia dengan puas tertawa terbahak-bahak. Merasa menang karena misinya sukses berat. Yang memberikan pinjaman buku cuma tersenyum kecut sambil ngedumel. Adapun saya ikut tertawa-tertawa sembari berkomentar, "Selamat. Telah sukses menipu dunia kamu, ya."
Apa boleh buat? Apa yang dilakukan teman tersebut beserta efek dahsyatnya terhadap orang-orang yang tak tahu "proses di belakang layarnya" bikin saya waspada. Mau tak mau dalam menanggapi sesuatu yang WOW di medsos, saya tak langsung percaya bahwa itu alamiah.
Apakah saya menjadi skeptis jika melihat seseorang membaca buku di kereta atau transportasi publik lainnya? Sesungguhnya sih, tidak bisa disebut skeptis juga. Namun, saya memilih berwaspada tingkat tinggi. Tidak mau langsung kagum dan menyampaikan pujian. Sebab jangan-jangan, kasusnya sebelas dua belas dengan teman yang berakting membaca buku itu.
Demikian opini saya untuk Even Click Clickompasiana dalam rangka Event Hardiknas Click. Semoga dapat menginspirasi. Plus membuat Anda tahu mengenai fakta unik di balik "pemandangan" seseorang yang sedang membaca buku di kereta.
Salam.