Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Administrasi - Kerja di dunia penerbitan dan dunia lain yang terkait dengan aktivitas tulis-menulis

Founder #purapurajogging

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mainan Jadul Latto-latto, Pak Jokowi Vs Mas Gibran

13 Januari 2023   13:05 Diperbarui: 13 Januari 2023   13:14 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah suatu hari saya pergi pagi pulang petang. Berangkat diiringi bunyi latto-latto dan kembali tiba di rumah disambut dengan bunyi latto-latto. Batin saya tatkala itu, "Luar biasa. Betah bangeeet."

Apakah saya tidak terganggu dan tidak merasa jengkel? Alhamdulillah BISA (berusaha) merasa biasa saja. Bagaimana, ya? Saya tak punya alasan khusus untuk geram terhadap bunyi latto-latto.

Walaupun anak-anak tetangga mainnya tepat di bawah jendela ruang tamu, itu belum cukup sebagai alasan untuk geram. Toh sebelum asyik dengan latto-latto, mereka juga kerap di situ dengan keberisikan permainan yang lain.

Namanya juga anak-anak. Bermain apa pun pastilah disertai keberisikan. Enggak ramai enggak seru. Enggak berisik enggak asyik. Terlebih kalau bermain, mereka kerap sambil berceloteh apa saja.

Kalau mereka bisa berbahagia dengan cara sesimpel itu, mengapa pula sebagai orang dewasa, saya harus tega mengusik kebahagiaan mereka?

Kiranya tak jadi soal jikalau saya belajar bersabar dalam menghadapi intimidasi bunyi latto-latto itu. Memang tengah viral 'kan? Sedang menjadi tren. Namun, percayalah. Tak lama lagi akan segera tiba masanya tren latto-latto itu memudar.

Mari tunggu saja. Satu bulan lagi nanti, apakah latto-latto masih seeksis sekarang atau tidak?

Bagaimana halnya dengan potensi bahaya bermain latto-latto? Tentu saya tidak mengingkarinya. Selain berisik, kalau cara bermainnya brutal berpotensi mengenai area wajah. Bisa menghantam pelipis, hidung, mata, bibir, dan jidat.

Jangankan secara brutal. Bermain biasa saja kalau tidak piawai, bisa pula mencelakai diri sendiri. Kalau mainnya ramai-ramai dan jarak terlalu berdekatan, biji latto-latto itu malah bisa mengenai muka teman.

Kalau si teman marah dan ganti memukul dengan latto-lattonya juga bisa gawat. Nah, lho. Apa tidak mengerikan kalau kesudahannya terjadi perang latto-latto begitu?

Untunglah itu hanya merupakan skenario terburuk berdasarkan imajinasi liar saya. Karena kenyataannya, jauh lebih banyak anak yang bermain latto-latto secara aman damai santuy. Sebagaimana halnya anak-anak di sekitaran tempat tinggal saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun