Semua unit kesatuan tempur ini dipimpin oleh hulu jurit. Naskah ini juga menyingung beberapa strategi perang yang dikenal oleh kesatuan perang tentara kerajaan seperti “...sugan hayang nyaho di tingkah prang ma makara bihwa, katra ihwa, isang bihwa, singha bihwa, garuda bihwa, cakra bihwa,...adipati, rebu sakti, pake pajurit, tapak sawatek, sanghulu jurit tanya...” artinya ...”bila ingin tahu strategi perang seperti makara bihwa, katra bihwa, lisang bihwa, singha bihwa, garuda bihwa, cakra bihwa,...adipati, prebu sakti, pake prajurit, tapak sawatek, tanyalah panglima perang...”(Atja dan Saleh D,1981b:18).
Ketangguhan tentara perang Kerajaan Sunda teruji ketika masa pemerintahan Prabu Surawisesa. Naskah CP menyebutkan bahwa tentara kerajaan mampu melawan serangan tentara Islam dan memukul mundur serangan sebanyak 15 kali peperangan di berbagai daerah di wilayah Kerajaan Sunda.
Sebagai usaha untuk meningkatkan pertahanan dan keamanan Kerajaan Sunda , Sri Baduga Maharaja juga diberitakan pernah mencoba untuk melakukan hubungan diplomatik dengan Portugis yang pada tahun 1511 M mereka telah menduduki Malaka. Hubungan ini semakin meningkat ketika pada tanggal 21 Agustus 1522 M disepakati perjanjian kerjasama dalam bidang militer antara Portugis dan Kerajaan Sunda. Inti dari perjanjian tersebut menerangkan bahwa Portugis akan membantu Kerajaan Sunda jika sewaktu-waktu kerajaan ini di serang oleh tentara Islam, sebagai imbalannya pihak portugis diijinkan untuk mendirikan benteng di Bandar Banten dan diberi hak untuk mendapatkan 1000 karung merica (160 bahar) setiap tahun (C. Guillot,1992: 2).
Sebagai penutup, tampaknya usaha Sri Baduga Maharaja untuk “...nu nyusuk na pakwan...” memariti pakuan sudah maksimal tidak saja dari aspek pemilihan lokasi ibukota kerajaan yang sangat strastegis karena berada di lokasi yang dikelilingi oleh kontur alam yang menyulitkan musuh untuk menyerang / menduduki Kerajaan Sunda, pembentukan kesatuan perang yang kuat, modernisasi peralatan perang dan meningkatkan pengetahuan strategi perang serta beraliansi dengan Portugis sebagai kekuatan baru yang datang ke Nusantara. Namun juga memperhatikan aspek magis-religius sebagai usaha untuk mengantisipasi datangnya ”arus” ajaran Islam yang dipandang dapat menggoyahkan stabilitas keamanan kerajaan dengan membukukan ajaran Sanghyang Siksa sehingga akan lebih mudah dipelajari dan disebarluaskan di seluruh wilayah Kerajaan Sunda.