Mohon tunggu...
Agus Tarunajaya
Agus Tarunajaya Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hanya seorang laki-laki biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen] Pewe dan Kerudung Biru

25 April 2017   13:40 Diperbarui: 26 April 2017   03:00 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Setelah Fau istikharah, teringat pesan Aa dulu, agar urusan kita dipermudah, dilancarkan, serta dapat jodoh yang baik, bersedekahlah. Teringat juga pesan Aa, agar makbul hajat, pakai hitungan 40. Dari situ Fau nazar, agar jodoh yang dipilih Bapak itu yang terbaik, maka Fau harus bersedekah kepada 40 orang. Fau pilih orang buta, karena mereka seperti halnya Fau ini, yang sudah buta oleh kehidupan anak muda, dan juga cinta Aa. Fau ingin pernikahan Fau nanti dengan orang itu, tidak lagi membawa kenakalan di masa lalu. Karena kata bapak, dia seorang ustad." Panjang lebar Pewe bercerita.

"Oh, begitu. Bagus itu, Aa doakan semoga terkabul dan lancar."

"Amin." Pewe nampak khusu mengamini.

***

Sesampai di tempat penziarahan Banten lama, memang di sana banyak sekali peminta-minta mengemis, para fakir-miskin dan duafa, Teje turut membantu Pewe mencari orang yang buta matanya, untuk diberik sedekah. Di pasar aksesoris cenderamata, Teje sempatkan membelikan Pewe kain kerudung warna biru kesukaannya. Nampak senang sekali Pewe menerimanya, dirangkulnya tangan Teje selama perjalanan menuju statsiun Karanghantu untuk pulang kembali ke Rangkasbitung.

Kereta sampai di statsiun Rangkasbitung jam 5 sore, langit sudah mulai menampakan jingganya. Meski masih dipenuhi kerinduan keduanya harus berpisah.

"Fau masih sayang sama Aa." disandarkannya kepala ke bahu lengan Teje, dengan meremas kuat tangan Teje seakan tidak ingin dilepaskan.

Keduanya naik angkutan umum,di persimpangan jalan tak jauh dari rumah Pewe, keduanya harus berpisah. Pewe cium tangan dan pamit turun dari mobil, Teje tidak banyak bicara, hanya gemuruh dalam dada yang entah harus berbuat apa. Di sore itu, begitu haru biru, itulah terakhir kali keduanya bertemu. Hingga akhirnya sebulan kemudian Teje menerima kartu undangan pernikahan, Pewe menikah dengan ustad pilihan bapaknya itu. Mereka hidup bahagia.

Bagaimana dengan Teje, setelah Pewe menikah dengan seorang ustad?

Teje pun jadi ustad juga, tapi ustad sosial media, hanya dikenal di facebook saja.  =D

Banten, 25 April 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun