Mohon tunggu...
Agus Tarunajaya
Agus Tarunajaya Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hanya seorang laki-laki biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen] Pewe dan Kerudung Biru

25 April 2017   13:40 Diperbarui: 26 April 2017   03:00 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengetahui hubungan pacaran anak gadisnya, orang tua Pewe kembali murka. Dan segera menarik kembali pulang Pewe dari lingkungan pesantren. Karena beberapa bulan lagi Pewe harus mempersiapkan diri hadapi ujian nasional. Alasan untuk konsentrasi belajar hanya dibuat-buat, agar Pewe tidak lagi berhubungan dengan Teje. Cinta keduanya terpuruk, perlahan tapi pasti, perpisahan raga, menjadikan cinta keduanya memudar tergerus waktu yang enggan berpihak.


***

Pewe lulus ujian nasional, dengan nilai alakadarnya. Tanpa diduga sebelumnya, orang tua Pewe sudah merencanakan untuk menjodohkan Pewe dengan seorang Ustad, anak Kyai ternama di kampungnya. Dengan harapan orang tuanya, Pewe dapat berubah jadi baik. Awalnya Pewe menolak, karena bukan hanya tidak sesuai hati nurani, tanpa rasa cinta, tapi juga Pewe merasa rendah diri, siapa dia? Hanya gadis tomboy, suka merokok, dan dengar musik rock and roll, slanker mania. Masa dijodohkan sama seorang ustad?

Apa daya, seorang anak gadis tidak memiliki kekuatan melawan kehendak orang tuanya. Meskipun Pewe seorang gadis gaul dan keras, tapi dalam hatinya tetap memiliki kebaikan dan keindahan. Selain tidak berani melawan bapaknya yang juga keras kepala, Ia mengajukan syarat pada orang tuanya, agar mengizinkannya ke luar rumah untuk sebuah misi. Misi apakah itu? Pewe bernazar ingin bersedekah pada 40 orang buta. Sungguh, suatu nazar yang aneh, tapi bagi orang tuanya yang mengerti agama, memahami hal itu benar adanya. Pewe diizinkan ke luar rumah untuk menunaikan misi nazarnya.

"Assalamu'alaiku, A, ada di mana? Antar Fau, bisa kan!" Pewe menelepon Teje, untuk menemaninya dalam perjalanan. Tentu saja Teje senang dan langsung meng-iya-kan. Keduanya bertemu di statsiun kereta kota Rangkasbingung.

"Mau ke mana sih, Fau?" tanya Teje.

"Antar Fau ziarah ke Banten, ya A!"

"Ngapain ke Banten?" Teje penasaran.

"Sudah, ikut saja. Nanti Fau ceritakan." Pewe menarik lengan Teje menuju loket pembelian tiket kereta KAI.

Saat mau masuk antrian, Pewe melihat kakek pengemis dengan mata buta sebelah. Langsung Pewe merogoh saku, dan memberikan beberapa lembar uang tanpa dihitungnya lagi. Teje hanyam melongo melihat perbuatan Pewe yang termasuk jarang. Ada yang ganjil rasanya.

Dan hal itu dilakukan Pewe beberapa kali dalam perjalanan, setiap melihat ada orang buta, baik itu pengemis ataupun tuna susila, Pewe langsung memberikan uang, sebagaimana nazarnya. Teje memaksa bertanya tegas saat keduanya sudah berada di dalam kereta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun