Dalam konteks pendidikan Indonesia, idealisme dapat menjadi solusi atas krisis nilai yang terjadi di masyarakat. Pendidikan yang berlandaskan nilai idealis mampu menumbuhkan generasi yang tidak hanya cerdas tetapi juga beretika, reflektif, dan berjiwa sosial. Mubin (2021) dalam Refleksi Pendidikan Filsafat Idealisme menjelaskan bahwa idealisme berfungsi menghidupkan kembali dimensi spiritual dan moral dalam pembelajaran modern yang sering kehilangan arah.
Oleh karena itu, memahami dan menerapkan idealisme dalam pendidikan bukan sekadar kebutuhan teoretis, tetapi juga kebutuhan praksis. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip idealisme ke dalam pembelajaran, guru dan lembaga pendidikan dapat menghadirkan ruang belajar yang menumbuhkan nilai, bukan sekadar kompetensi.
Masalahnya kemudian, bagaimana konsep idealisme dapat diterjemahkan dalam praktik pendidikan yang konkret tanpa kehilangan makna filosofisnya? Bagaimana idealisme yang menekankan nilai-nilai universal dapat menyesuaikan diri dengan tantangan dunia modern yang pragmatis? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi dasar pembahasan dalam bagian berikutnya.
1. Konsep Dasar Idealisme dalam Pendidikan
Idealisme merupakan salah satu aliran utama dalam filsafat pendidikan yang berpandangan bahwa realitas sejati bukanlah benda-benda fisik, melainkan ide, nilai, dan pikiran. Dunia materi dianggap berubah dan sementara, sedangkan dunia ide bersifat abadi dan sempurna. Dalam konteks pendidikan, idealisme memandang bahwa tugas utama pendidik adalah membimbing peserta didik agar mengenal dan memahami nilai-nilai yang lebih tinggi, seperti kebenaran, keindahan, dan kebaikan.
Menurut Nurmalina dan Wahab (2024) dalam artikel Filsafat Idealisme dalam Pendidikan, idealisme berangkat dari keyakinan bahwa manusia memiliki potensi spiritual dan rasional yang dapat dikembangkan melalui pendidikan yang berorientasi nilai. Pendidikan tidak boleh dipersempit hanya menjadi aktivitas teknis atau prosedural, melainkan harus menjadi proses pembentukan kepribadian dan moralitas yang berakar pada kesadaran etis dan intelektual.
Pemikiran ini sejalan dengan pendapat Krisdiana dan rekan-rekan (2022) dalam Implementasi Filsafat Pendidikan Idealisme di Sekolah Dasar yang menegaskan bahwa inti pendidikan idealis adalah pengembangan akal budi dan jiwa siswa. Guru bukan hanya penyampai informasi, melainkan pembimbing moral dan intelektual. Ia berperan membantu siswa mengenali nilai-nilai abadi yang akan menuntun hidupnya di tengah perubahan dunia modern.
Secara filosofis, idealisme memiliki tiga landasan utama yang juga berdampak besar dalam pendidikan, yaitu aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi: Idealisme berpandangan bahwa realitas sejati bersumber dari ide dan pikiran. Karena itu, pendidikan bertujuan membantu manusia mengenal hakikat kebenaran melalui refleksi akal dan kesadaran moral, bukan sekadar melalui pengalaman indrawi.
Epistemologi: Pengetahuan sejati diperoleh melalui proses berpikir mendalam dan refleksi, bukan hanya melalui observasi empiris. Dalam pendidikan, ini berarti proses belajar harus mendorong siswa untuk berpikir kritis, bertanya, dan merenung, bukan sekadar menghafal fakta.
Aksiologi: Nilai moral, keindahan, dan kebaikan adalah tujuan akhir pendidikan. Guru berperan membimbing siswa agar mampu menilai mana yang benar, adil, dan bermakna dalam hidupnya.