Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Ketegasan dan Ketulusan, Membaca Kebijakan Prabowo dari Kacamata Rakyat Kecil

20 Oktober 2025   13:20 Diperbarui: 20 Oktober 2025   19:35 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika nama Prabowo Subianto akhirnya resmi disandingkan dengan jabatan Presiden Republik Indonesia, ada sesuatu yang terasa genap dalam benak saya. Bukan karena saya pengagum fanatik, tapi karena perjalanan panjangnya mencalonkan diri berkali-kali selalu meninggalkan kesan: ia tidak pernah menyerah.
Selanjutnya kali ini, sejarah berpihak.

Saya masih ingat betul bagaimana dulu banyak orang menilai Prabowo dengan beragam prasangka. Ada yang menganggapnya keras, ada pula yang menyebutnya terlalu emosional. Namun bagi saya, dari dulu ia tetaplah pribadi yang tegas dan jujur apa adanya. 

Saat menonton cuplikan pidatonya di Sidang Umum PBB beberapa waktu lalu, saya bahkan ikut menahan napas, podium itu seolah bergetar oleh semangatnya. Pidato itu sederhana, lugas, tapi berapi-api. 

Banyak pihak, termasuk Amerika Serikat, memberi pujian atas keberaniannya. Di mata saya, itulah Prabowo: seorang pemimpin yang bicara dengan dada terbuka, bukan dengan skrip diplomatik yang dingin.

Namun, menjadi presiden bukan lagi soal bagaimana seseorang berbicara, melainkan bagaimana ia menerjemahkan kata menjadi tindakan. Dari berbagai kebijakan yang mulai dijalankan, publik mungkin paling akrab dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

Program ini segera menjadi ikon pemerintahan baru, dibicarakan dari warung kopi hingga ruang rapat sekolah. Saya pun mendukungnya, bukan hanya karena niatnya mulia, tapi juga karena gagasan itu lahir dari rasa kepedulian yang nyata. Tak ada anak bangsa yang pantas belajar dalam keadaan lapar: sebuah prinsip sederhana, tapi manusiawi.

Meski demikian, di balik gegap-gempita MBG, ada kebijakan lain yang justru paling saya nantikan: program hilirisasi logam aluminium sebagai bahan dasar baterai mobil listrik. Di sinilah saya melihat arah jangka panjang yang lebih strategis, bukan hanya memberi makan hari ini, tapi menyiapkan energi masa depan. 

Saya membayangkan suatu hari nanti, rakyat kecil seperti saya bisa memiliki mobil listrik buatan dalam negeri, tanpa harus menjual separuh tabungan keluarga. Sebuah cita-cita yang terdengar besar, tapi sangat mungkin jika tekad pemerintah dan industri nasional berjalan seirama.

Namun seperti banyak kebijakan ambisius lainnya, niat baik tak selalu diterjemahkan dengan baik di lapangan. Dalam program MBG, misalnya, niat memberi makan anak-anak sering kali tersandung urusan administrasi, distribusi, dan transparansi. 

Di beberapa daerah, implementasinya masih belum merata. Di titik inilah saya merasa waswas: jangan sampai niat tulus seorang pemimpin justru dijadikan senjata politik untuk menjatuhkannya. Sebab kegagalan teknis kerap lebih mudah disalahartikan sebagai kegagalan moral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun