Di kampung, kacang panjang tumbuh tanpa banyak perhatian. Ia menjalar di pagar, meniti galah bambu, dan sering dibiarkan merambat di antara rumpun pisang atau pepohonan. Namun, begitu panen tiba, ia menjadi alasan kecil bagi keluarga untuk berkumpul di dapur.
Saya masih ingat aroma khasnya saat ibu menyiapkan karedok, suara ulekan cobek yang berpadu dengan tawa adik saya yang selalu merasa kebanyakan cabe. Bumbunya sederhana, tapi tak pernah gagal menghadirkan kenangan: kencur yang segar, cabe rawit yang menggigit, terasi yang dibakar sebentar, dan garam secukupnya. Kadang ditambah gula merah dan perasan jeruk limau agar rasanya lebih seimbang.
Tak ketinggalan tentu saja, daun kemangi.
Bau wangi khasnya menyempurnakan rasa, menegaskan sayuran alami yang masih murni.
Karedok: Filosofi dari Cobek Batu
Di kota, orang sering menyebut karedok sebagai salad khas Sunda. Tapi bagi saya, itu sebutan yang terlalu datar. Karedok bukan sekadar sayuran mentah yang disiram bumbu kacang: ia adalah cerita tangan ibu, suara lesung di dapur, dan suasana kampung yang tak bisa diganti dengan dressing modern.
Ulekan kencur dan cabe rawit menyimpan pesan: bahwa kesederhanaan bisa menjadi kemewahan, jika kita tahu cara menikmatinya.
Saat saya mencicipi suapan pertama, rasa getir, pedas, gurih, dan segar bertemu begitu alami. Tidak ada bahan buatan pabrik, tidak ada pewarna, hanya hasil bumi yang diolah dengan intuisi dan pengalaman.
Di situlah, mungkin, letak kearifan lokal yang sering luput kita sadari. Bahwa makanan adalah salah satu cara kita menjaga keseimbangan antara rasa, waktu, dan alam.
Sehat dan Bersahaja
Kini banyak ahli gizi menyebut kacang panjang sebagai sayuran yang menyehatkan. Kaya serat, rendah kalori, dan mengandung antioksidan alami. Tapi jauh sebelum istilah diet atau vegan menjadi tren, orang kampung sudah lebih dulu mengamalkannya secara alami.
Mereka makan sayur dari kebun sendiri, bumbu dari rempah yang tumbuh di belakang rumah, dan nasi dari sawah yang mereka garap bersama. Tanpa mereka sadari, pola hidup itu jauh lebih berkelanjutan daripada gaya hidup organik yang kini dianggap prestisius.