"WHO mencatat: lebih dari satu miliar orang di dunia hidup dengan gangguan kesehatan mental. Angka ini menunjukkan betapa masalah ini bukan sekadar kasus individu, melainkan isu global yang perlu perhatian kita bersama."
Gangguan jiwa sering kali dapat terlihat dari perilaku seseorang, meski tidak selalu kita sadari pada pandangan pertama. Ada yang tampak sedikit aneh, ada pula yang perilakunya begitu mencolok hingga sulit diabaikan.Â
Namun, sering kali kita baru benar-benar menyadarinya setelah berinteraksi lebih dekat atau mendapat penjelasan dari orang lain. Menyadari bahwa seseorang membutuhkan pertolongan adalah langkah penting, sayangnya tidak semua yang mengalami gangguan jiwa memiliki kesadaran bahwa dirinya sakit.
Beberapa waktu lalu, saya berjumpa dengan sejumlah orang yang perilakunya membuat saya merenung tentang kompleksitas kesehatan mental. Pada awalnya saya mengira mereka hanyalah orang biasa, sehat secara fisik maupun psikis. Namun, interaksi yang terjadi justru membuka mata saya bahwa mereka tengah bergulat dengan masalah yang tak sederhana.
Sapaan yang Memicu Kemarahan
Pada sebuah pertemuan rutin beberapa kali saya melihat seorang pria paruh baya, usianya sekitar enam puluh tahun ke atas. Sebagai orang lokal, saya terbiasa menyapa orang seusia itu dengan sebutan Engkong, sebuah panggilan yang menurut saya sarat penghormatan.
Suatu malam selesai acara rutinan, saya menyodorkan hidangan sambil berkata,
"Saya sudah makan di rumah, ini Engkong saja yang menikmati."
Tanpa diduga, ia langsung marah.
"Jangan panggil Engkong! Belum tua dan kagak bawa bako! Panggil Bapak!"
Sebagai catatan: Bako adalah sejenis tembakau rokok yang diracik dan dililit sendiri dengan kertasnya sebelum dihisap, yang sering digunakan orangtua zaman dahulu.
Saya hanya bisa tertegun, apalagi di pertemuan itu kami biasa saling menghargai dan menghomati. Saya merasa tidak memiliki maksud buruk, namun tetap meminta maaf dan segera pamit.