Pembukaan
Kita menyaksikan sebuah paradoks yang membingungkan: di satu sisi, mayoritas dunia, termasuk Indonesia, berteriak lantang menentang apa yang mereka lihat sebagai pelanggaran HAM di Gaza. Di sisi lain, Amerika Serikat justru mengalirkan senjata dan menggunakan hak vetonya untuk melindungi Israel di PBB.Â
Jika moralitas adalah panduannya, tindakan AS ini tidak masuk akal. Tapi, dunia politik internasional seringkali tidak berjalan di jalur moral. Ia berjalan di jalur realpolitik, ketika keputusan didasarkan pada kalkulasi kekuatan dan kepentingan nasional yang dingin. Inilah kalkulus yang menjelaskan mengapa AS bersikukuh membela Israel.
Kalkulasinya AS: Mengapa Israel Sangat Berharga?
Israel: "Kapal Induk" yang Tidak Bisa Ditinggalkan
Bagi Washington, Israel bukan sekadar sekutu; ia adalah aset strategis yang nilainya jauh lebih besar daripada biaya diplomatik yang harus dibayar untuk membelanya. Berikut kalkulasi dinginnya:
Benteng Militer dan Intelijen: Israel adalah "kapal induk" AS yang tidak bisa tenggelam di tengah kawasan Timur Tengah yang bergolak. Ia menjadi basis untuk memproyeksikan kekuatan AS. Selain itu, Israel adalah mitra intelijen dan laboratorium praktikum teknologi militer yang canggih. Kerja sama ini memberikan keuntungan taktis yang sangat besar bagi keamanan nasional AS.
Kekuatan Lobi di Dalam Negeri: Di Washington, dukungan untuk Israel telah menjadi kebijakan bipartisan (lintas partai) selama puluhan tahun, didorong oleh kelompok lobi yang sangat kuat seperti AIPAC. Bagi banyak politisi, mendukung Israel adalah kebutuhan politik jika ingin terpilih lagi. Kepentingan dalam negeri ini sering mengalahkan tekanan luar negeri.
Pengaruh Ideologis dan Agama: Dukungan dari komunitas Kristen Evangelis yang besar dan berpengaruh sangat krusial. Bagi mereka, dukungan kepada Israel adalah bagian dari keyakinan agama. Ini adalah blok suara yang tidak bisa diabaikan oleh para politisi.
Kalkulus Inti AS:Â Mana yang lebih menguntungkan? Kehilangan dukungan dari negara-negara yang jauh, atau kehilangan sekutu strategis terkuat di Timur Tengah beserta dukungan politik dari dalam negeri? Jawabannya, bagi para pembuat kebijakan AS, jelas:Â Israel terlalu berharga untuk dikorbankan.