"Saya ingin hidup saya kembali produktif. Saya butuh bantuan."
Dokter hanya mengangguk dan berkata,
"Tidak masalah. Pakailah obat ini saat benar-benar perlu. Ingat, obat bukan musuhmu."
Sejak itu, saya tidak lagi minum obat setiap hari. Kadang dua hari sekali, kadang seminggu sekali. Saya telah berdamai dengan kenyataan: obat bukan penjara, melainkan jembatan yang membantu saya menyeberangi sungai kecemasan.
Dialog-Dialog yang Membekas
Dokter saya terkenal blak-blakan. Kadang kata-katanya membuat saya terdiam, kadang membuat saya tertawa getir.
Suatu kali, ketika saya mengeluh soal biaya konsultasi, ia berkata:
"Kita hidup itu masing-masing punya peran. Kamu bekerja, dapat duit. Saya juga bekerja jadi dokter, dapat duit dari kamu. Kita saling membutuhkan."
Di lain waktu, ia memberi perspektif yang tak pernah saya lupakan:
"Kamu baru beberapa tahun minum obat saya. Ada pasien saya yang sudah 30 tahun minum obat. Dia datang ke sini pakai mobil mewah. Hidupnya baik-baik saja, malah sukses."
Pesannya jelas: minum obat bukan akhir dari dunia. Sama seperti orang rabun yang butuh kacamata, saya butuh obat untuk menata ulang keseimbangan pikiran saya.