Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Membentuk Insan Cendekia yang Melek Literasi Digital Sebagai Upaya Perangi Hoaks

11 Oktober 2017   12:27 Diperbarui: 11 Oktober 2017   13:29 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Gunakan Logika Atau Akal Sehat

Jika masih belum yakin tentang kebenaran dari sebuah artikel, cobalah gunakan logika atau akal sehat. Tanyakan pada diri sendiri apakah informasi tersebut bermanfaat jika disebar atau justru dapat merugikan orang atau kaum lain dan memecah belah persatuan.

Bayangkan jika hoaks dikawinkan dengan hal-hal berbau religi, maka jika dialihkan akal sehatnya layaknya bom, daya ledaknya jauh lebih tinggi. Belum lagi, banyak yang termakan anggapan, terlalu berpikir kritis mendangkalkan iman. Alhasil, akan banyak yang memilih tak perlu mengkritisinya lagi.

Segala upaya preventif di atas, bisa diwujudkan dengan upaya nyata yang konsisten yakni dengan menggiatkan melek literasi digital. Literasi digital adalah kemampuan membaca dan menulis di media maya. Keduanya belum menjadi budaya di negara kita. Padahal, perkembangan ilmu dan budaya harus dimulai dari keduanya.

Data UNESCO tahun 2012 menunjukkan bahwa indeks tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius. Dengan rasio ini, berarti di antara 250 juta penduduk Indonesia, hanya 250.000 yang punya minat baca. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai 88,1 juta pada 2014.

Selain itu, survei tiga tahunan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai minat membaca dan menonton anak-anak Indonesia, yang terakhir kali dilakukan pada tahun 2012. Dikatakan, hanya 17,66% anak-anak Indonesia yang memiliki minat baca. Sementara, yang memiliki minat menonton mencapai 91,67%.

Rendahnya literasi ini menyebabkan kemalasan dalam melakukan cek dan ricek terhadap semua berita yang dibaca. Banyak netizen yang menyebarkan berita dari situs media yang tidak kredibel, tidak patuh etika jurnalistik, atau punya integritas dalam menyebarkan berita. Padahal untuk mencegah hoaks, hal sederhana yang bisa dilakukan adalah melihat legitimasi dari sumber berita. Tapi kalau kita sudah malas mencari tahu apalagi membaca, menganalisa, menelaah dan menguji informasi, akhirnya kita telan mentah-mentah hoaks.

Teknologi yang makin canggih juga diimbangi dengan media sosial yang makin banyak. Media sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube, Instagram, dan lainnya memungkinkan kita membaca berita palsu. Sebetulnya, berita hoaks tersebut dapat diperangi dengan budaya literasi. Seharusnya kecanggihan teknologi dimanfaatkan untuk menambah wawasan dan bahan literasi.

Banyak orang tidak memahami manfaat membaca sehingga tidak tertarik melakukannya. Membaca membutuhkan kedisiplinan, menyediakan waktu khusus dan menuntut konsentrasi untuk memahami apa yang kita baca. Namun membaca memiliki banyak manfaat. "Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas", demikian kata-kata motivasi dari Bung Hatta.

Literasi tidak berhenti di membaca namun dilanjutkan dengan menulis. Tentunya kita tidak akan terampil menulis jika jarang membaca. Menulis membutuhkan kosakata, bahan-bahan, rangkaian ide-ide, gaya bahasa dan aspek-aspek lain yang didapatkan dari membaca. Tantangannya adalah bagaimana mengembangkan gagasan menjadi tulisan. Pada periode inilah seringkali membutuhkan waktu lama, dan membuat orang menjadi malas menulis.

Milan Kundera yang seorang novelis asal Republik Ceko pernah berujar "Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya, maka pastilah bangsa itu akan musnah." Di Indonesia, penghancuran buku memang belum terjadi. Namun, kemerosotan besar dalam literasi seharusnya sudah mulai menjadi peringatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun